Senin, 06 Juli 2009

visi misi teknik universitas wijaya kusuma surabaya

VISI MISI DAN TUJUAN FAKULTAS TEKNIK 2014

Visi Fakultas Teknik

Sebagai fakultas yang bermutu dan bermartabat dalam pelaksanaan Tridharma perguruan tinggi untuk mencapai kepuasan pemangku kepentingan.

Misi Fakultas Teknik

  1. melaksanakan system manajemen mutu sebagai landasan tata kelola dalam penguatan manajemen guna menjamin terlaksananya Tridharma perguruan tinggi yang bermutu.
  2. melaksanakan komitmen sebagai pelayan mutu untuk mencapai standar mutu yang ditetapkan dan disyaratkan untuk pemangku kepentingan dalam setiap kegiatan tridharma perguruan tinggi.
  3. mengembangkan SDM yang bermutu dan bermartabat.
  4. menerapkan dan mengembangkan IPTEK, kemampuan berwirausaha, keahlian dan etika professional, etika kecendikiawanan dan berwawasan lingkungan sebagai produk unggulan melalui kegiatan tridharma perguruan tinggi.
  5. meningkatkan dan mengembangkan pelaksanaan tridarma perguruan tinggi yang bernutu, bermartabat berkelanjutan.

Tujuan

  1. meningkatlan kepercayaan dan pengakuan pemangku kepentingan terhadap fakultas
  2. meningkatkan mutu dan kemampuan SDM untuk berperan serta dalam pembangunan yang bermanfaat bagi masyarakat.
  3. menghasilkan lulusan bermutu dan bermartabat yang diterima pemangku kepentingan dan mempunyai tanggung jawab social serta berkarya sebagai cendikiawan teknik.
  4. menghasilkan karya IPTEK yang bermutu melalui penelitian dan pengabdian pada masyarakat.

VISI, MISI, DAN TUJUAN

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL 2014

VISI

Program studi yang unggul dalam menghasilkan lulusan bermutu, bermartabat dan dapat diterima pemangku kepentingan di bidang rekayasa sipil pada tahun 2014.

MISI

1. Melaksanakan system manajemen mutu guna menjamin terlaksananya tridharma perguruan tinggi.

2. Meningkatkan dan mengembangkan pelaksanaan tridharma perguruan tinggi yang bermutu, bermartabat dan berkelanjutan.

3. Menerapkan dan mengembangkan IPTEK, kemampuan berwirausaha, keahlian dan etika professional di bidang rekayasa sipil, serta memiliki etika kecendekiawanan dan berwawasan lingkungan sebagai cirri khas lulusan untuk memenuhi kepuasan pemangki kepemimpinan.

TUJUAN

1. Menjadikan program studi yang unggul dan sebagai pusat rujukan pemangku kepemimpinan dalam bidang rekayasa sipil.

2. Menghasilkan lulusan yang:

  1. Bermutu dan bermartabat.
  2. Mampu menerapkan dan alih pengetahuan di bidang rekayasa sipil.
  3. Mampu merencanakan, melaksanakan, mengawasi dan mengevaluasi pelaksanaan pekerjaan sipil dengan pemanfaatan teknologi informasi yang berwawasan lingkungan.
  4. Mampu meningkatkan dan mengembangkan diri, dalam pendidikan yang berkelanjutan dengan prinsip belajar seumur hidup.
  5. Mampu bekerja sama, membangun komunikasi dan jejaring tingkat nasional maupun internasional.
  6. Memiliki etika kecendekiawanan, kemampuan berwirausaha dan berwawasan lingkungan yang memenuhi kepuasan pemangku kepentingan.

3. Berperan serta dalam pembangunan yang bermanfaat bagi masyarakat.

Minggu, 05 Juli 2009

SOP

PEKERJAAN KAYU
1. Pekerjaan Kayu Non Struktural.
1.1. Lingkup Pekerjaan.
Pekerjaan ini meliputi penyediaan tenaga kerja, bahan-bahan, peralatan dan alat-alat bantu yang
dibutuhkan dalam pelaksanaan pekerjaan ini untuk mendapatkan hasil yang baik.
Pekerjaan ini meliputi :
a. Pekerjaan kayu kasar :
1) Pemasangan rangka-rangka penunjang struktural.
2) Rangka plafon.
3) Klos-klos.
4) Dan lain-lain yang ditujukan pada gambar.
b. Pekerjaan kayu halus :
1) Kusen pintu dan jendela.
2) Rangka Pintu (Panel Pintu) dan jendela.
3) Setel Pintu (Panel Pintu), dan jendela berikut asesorisnya.
4) Pekerjaan kayu pada umumnya.
1.2 Jenis Kayu yang Dipakai.
Kayu kamper atau sejenisnya yang disesuaikan dengan jenis kayu setempat yang diawetkan sehingga
setara dengan kualitas kelas-kuat kayu II-III.
Jenis kayu yang dipakai harus sesuai dengan pekerjaan kayu yang disebutkan diatas, terkecuali untuk
seluruh jenis kayu lain seperti dinyatakan dalam gambar.
1.3. Persyaratan Bahan.
Harus benar-benar kayu kualitas terbaik dari jenisnya masing-masing. Dihindarkan adanya cacat kayu
antara lain yang berupa putik kayu, pecah-pecah, mata kayu, bengkah akibat dari kayu dalam kondisi
basah dan lapuk.
1.4. Syarat-syarat Pelaksanaan.
Semua ukuran kayu yang tertera pada gambar adalah ukuran jadi (sesudah diserut dan difinishing) dan
harus lurus tanpa cacat, tidak bengkah dan lain-lain, yang dapat menurunkan kualitas kayu serta
kualitas pekerjaan.
Untuk semua kayu seperti diuraikan diatas, dipotong dan diserut dengan kualitas terbaik, halus dan
licin.
Pelaksanaan pekerjaan harus ditempat yg baik, ruang yang kering dan terjaga agar tidak terkena
cuaca langsung dan rusak yang diakibatkan oleh benturan.
Setelah dipasang, Komite Pembangunan USB (KP-USB) wajib memberikan perhatian sepenuhnya dan
memberikan perlindungan terhadap benturan benda-benda lain.
Rangka kayu untuk plafon dibuat sesuai dengan pola plafon yang telah direncanakan dalam gambar
dengan memperhatikan tata letak dan bentuk armature yang akan dipasang pada plafon atau terhadap
asesoris lainnya yang akan dipasang.
Hasil akhir dari. pemasangan harus rata, lurus dan tidak melampaui toleransi kerataan 0,5 cm setiap 2
m2.
1.5. Syarat-syarat Pengiriman dan Penyimpanan Barang.
Bahan harus didatangkan ketempat pekerjaan dalam keadaan utuh dan tidak cacat/ rusak . Bahan
harus disimpan ditempat yang kering, berventilasi baik, terlindung dari cuaca dan benturan-benturan,
bersih sesuai petunjuk Pemimpin Proyek/Konsultan Lapangan.
Tempat penyimpanan bahan harus cukup luas, bahan ditimbun dan dilindungi sesuai dengan jenisnya.
Komite Pembangunan USB (KP-USB) bertanggung jawab terhadap kerusakan dalam pengiriman,
penyimpanan dan pelaksanaan. Bila ada kerusakan, Komite Pembangunan USB (KP-USB) wajib
menggantinya.
1.6. Syarat-syarat Pengamanan Pekerjaan.
Bahan-bahan kayu di hindarkan/dilindungi dari hujan dan terik matahari juga terhadap penggunaan
yang tidak sesuai dengan kebutuhan.
Kayu yang sudah terpasang dilindungi dari kemungkinan cacat atau rusak yang diakibatkan dari
pekerjaan-pekerjaan lain. Terutama pada pekerjaan kusen jendela dan pintu. Bila terjadi kerusakan,
Komite Pembangunan USB (KP-USB) diwajibkan memperbaikinya dengan tidak mengurangi kualitas
pekerjaan.
2. Pekerjaan Kayu Struktural.
Pekerjaan ini meliputi :
a. Pekerjaan Kuda-kuda Atap.
b. Pekerjaan Konsol Selasar (kanopi).
c. Pekerjaan Gerbang (kanopi).

PEKERJAAN BESI

1. Pekerjaan Besi Non Struktural.
1.1 Lingkup Pekerjaan.
Menyediakan tenaga kerja, bahan-bahan, peralatan dan alat bantu lainnya untuk melaksanakan
pekerjaan seperti dinyatakan dalam gambar dengan hasil baik dan rapi. Pekerjaan ini meliputi antara
lain :
a. Pengadaan dan pemasangan begel-begel talang, klem-klem pipa, pelat klem sambungan, tangga
besi, pintu besi.
b. Bahan penggantung rangka plafon dari besi Ø 6 mm dilengkapi dengan waltermoer dan klem pada
rangka plafond (Klem besi strip ¼” x 1” bentuk U) dan dipasang sesuai dengan gambar/atas
petunjuk Pemimpin Bagian Proyek/Konsultan Lapangan.
1.2. Syarat-syarat Pelaksanaan.
a. Sebelum melulai pekerjaan, Komite Pembangunan USB (KP-USB) diwajibkan meneliti gambargambar
dan kondisi dilapangan.
b. Seluruh pekerjaan dipabrik harus merupakan pekerjaan yang berkualitas tinggi, seluruh pekerjaan
harus dilakukan dengan ketepatan sedemikian rupa sehingga semua komponen dapat dipasang
dengan tepat dilapangan.
c. Pemimpin Proyek/Konsultan Lapangan mempunyai hak untuk memeriksa pekerjaan di pabrik pada
saat dikehendaki, dan tidak ada pekerjaan yang dikirim ke lapangan sebelum diperiksa dan
disetujui Konsultan Lapangan.
d. Setiap pekerjaan yang kurang baik atau tidak sesuai dengan gambar atau spesifikasi akan ditolak
dan harus diperbaiki dengan segera tanpa tambahan biaya.
e. Gambar Kerja (Shop Drawing).
f. Sebelum pekerjaan di pabrik dimulai, Komite Pembangunan USB (KP-USB) harus menyiapkan
gambar kerja yang menunjukan detail-detail lengkap dari semua komponen, jumlah serta ukuran
baut-baut serta detail-detail lain yang lazim diperlukan untuk dikerjakan.
g. Ukuran-ukuran.
h. Komite Pembangunan USB (KP-USB) harus meneliti kebenaran dan bertanggung jawab terhadap
semua ukuran yang tercantum pada gambar kerja.

PEKERJAAN BETON
1. Pekerjaan Beton Non Struktural.
1.1. Lingkup Pekerjaan
a. Menyediakan tenaga kerja, bahan-bahan, peralatan dan alat bantu lainnya untuk melaksanakan
pekerjaan seperti dinyatakan dalam gambar, dengan hasil yang baik dan rapih.
b. Pengadaan dan pemasangan kolom praktis pada pasangan dinding batu bata.
c. Dan lain-lain komponen yang ditunjukkan pada gambar antara lain meja dapur, wastafel, meja
laboratorium.
1.2. Syarat-syarat Bahan.
a. Portland Cement (PC).
b. Pasir beton.
c. Split/Koral beton.
d. Air yang digunakan.
e. Besi Beton dan kawat pengikatnya.
Appendix C
8
f. Penyimpanan bahan untuk pembuatan campuran beton, yang berupa penimbunan pasir dan split
harus dipisahkan satu dengan yang lain hingga dapat dijamin kedua bahan tersebut tidak
tercampur, ini dimaksudkan untuk mendapat perbandingan adukan beton yang sesuai.
1.3. Syarat-syarat Pelaksanaan.
a. Pemasangan kolom praktis, ring balok tiap 9 m2 = (3m x 3m) maksimal 12 m2 = (3m x 4m) dinding
batu bata.
b. Kualitas Pekerjaan.
Kualitas beton yang digunakan adalah dengan campuran/perbandingan 1Pc: 2 Psr : 3 Split hingga
mempunyai kekuatan tekan setara dengan mutu beton K. 175 dan harus memenuhi ketentuanketentuan
lain sesuai dengan Peraturan Beton Bertulang’ 1971 (PBI-1971) dan SK. SNI. T-15.
1991-03
c. Pembesian.
Pembuatan tulangan untuk batang-batang yang lurus atau dibengkokkan, (tiap ujung besi diberi
hak/tekukan) sambungan dan kait-kait dalam pembuatan sengkang-sengkang harus sesuai dengan
persyaratan yang tercantum pada PBI-1971 dan SK.SNI.T. T-15. 1991-03
Pemasangan tulangan besi beton harus sesuai dengan gambar konstruksi. Tulangan besi beton
harus diikat dengan kawat beton untuk menjamin besi tersebut tidak berubah anyamannya selama
pengecoran, dan anyaman besi beton harus bebas dari papan bekisting atau lantai kerja dengan
tebal selimut beton ± 2cm, sesuai dengan ketentuan PBI-1971 dan SK.SNI.T-15.1991-03.
Besi beton yang tidak memenuhi syarat harus segera dikeluarkan dari lapangan kerja dalam waktu
24 jam setelah ada perintah tertulis dari Konsultan Lapangan.
d. Pengecoran Beton.
Cara pengadukan bisa menggunakan mesin molen atau diaduk dengan cara manual. Takaran
untuk semen, pasir dan split harus disetujui terlebih dahulu oleh Konsultan lapangan.
Sebelum pengecoran, Komite Pembangunan USB (KP-USB) wajib memberikan intruksi untuk
membersihkan dan menyiram cetakan-cetakan sampai bersih dari kotoran baik sampah bekas
bekisting maupun kotoran-kotoran lainnya. Pada saat pembuatan campuran beton jika perlu,
kekentalan adukan diawasi, terutama pada saat pembuatan adonan campuran beton disetiap
campuran baru.
Memeriksa kembali ukuran-ukuran dan peil/ketinggian, penulangan dan penempatan penahanan
jarak.
Pengecoran harus dilakukan sebaik mungkin dengan menggunakan alat penggetar untuk
menjamin beton cukup padat dan harus dihindarkan terjadinya cacat pada beton seperti kropos
yang dapat memperlemah konstruksi.
Apabila pengecoran beton akan dihentikan dan diteruskan pada hari berikutnya, maka tempat
tersebut harus disetujui oleh Konsultan Lapangan.
e. Pekerjaan Bekisting.
Bekisting harus dipasang sesuai dengan bentuk dan ukuran-ukuran yang telah ditetapkan dalam
gambar.
Bekisting harus dipasang sedemikian rupa dengan perkuatan-perkuatan cukup kokoh dan dijamin
tidak berubah bentuk dan tetap pada kedudukan selama pengecoran. Bekisting harus rapat dan
tidak bocor permukaanya, bebas dari kotoran seperti serbuk gergaji, potongan-potongan kayu,
tanah dan sebagainya, agar mudah pada saat dibongkar tanpa merusak permukaan beton.
Tiang-tiang bekisting harus dipasang papan hal ini dimaksudkan untuk memudahkan pemindahan
letak, tiang-tiang tidak boleh disambung lebih dari satu, tiang-tiang dari dolken/kaso Ø 8-10cm/ 5/7
cm , antara tiang satu dengan lain harus diikat dengan palang papan/balok secara menyilang.
Pembukaan bekisting baru dilakukan setelah memenuhi syarat-syarat yang dicantumkan dalam
PBI-1971 dan SNI.T-15-1991-01.yaitu kurang lebih 21 hari.
f. Pekerjaan Pembongkaran Bekisting.
Pembongkaran bekisting hanya boleh dilaksanakan dengan izin tertulis dari Konsultan Lapangan.
Setelah bekisting dibuka, tidak diizinkan mengadakan perubahan apapun pada permukaan beton
tanpa persetujuan tertulis dari Konsultan lapangan.
Appendix C
9
g. Contoh Bahan.
Sebelum pelaksanaan pekerjaan, Komite Pembangunan USB (KP-USB) harus memberikan
contoh-contoh mateial : besi, koral/split, pasir, PC untuk mendapat persetujuan dari Konsultan
Lapangan.
Contoh-contoh yang telah disetujui Konsultan Lapangan akan dipakai sebagai standard atau
pedoman untuk memeriksa atau menerima material yang akan dikirim oleh Komite Pembangunan
USB (KP-USB) ke lokasi pembangunan gedung USB.
h. Syarat-syarat Pengiriman dan Penyimpanan.
Bahan didatangkan ke tempat pekerjaan dalam keadaan utuh dan tidak cacat.
Beberapa bahan tertentu harus masih dalam kotak/kemasan aslinya yang masih tersegel dan
berlabel pabrik.
Bahan harus disimpan ditempat terlindung, kering, tidak lembab dan bersih sesuai dengan
persyaratan yang telah ditentukan oleh pabrik.
Tempat pemyimpanan harus cukup, bahan ditempatkan dan dilindungi sesuai dengan jenisnya.
Komite Pembangunan USB (KP-USB) bertanggung jawab terhadap kerusakan selama pengiriman
dan penyimpanan, bila ada kerusakan Komite Pembangunan USB (KP-USB) wajib mengganti atas
biaya Komite Pembangunan USB (KP-USB).
i. Syarat-syarat Pengamanan Pekerjaan.
Beton yang telah dicor dihindarkan dari benturan benda keras selama 3x24 jam setelah
pengecoran.
Beton harus dilindungi dari kemungkinan cacat yang diakibatkan dari pekerjaan-pekerjaan lain.
Bila terjadi kerusakan, Komite Pembangunan USB (KP-USB) diwajibkan untuk memperbaiki
dengan tidak mengurangi kualitas pekerjaan.
Bagian-bagian beton setelah dicor selama dalam masa pengerasan harus selalu dibasahi dengan
air terus menerus selama 1 mingu atau lebih sesuai ketentuan dalam peraturan beton bertulang,
PBI-1971 dan SK.T-15.1991-03.


Senin, 11 Mei 2009

makalah ISO 9000:2000

                                        STUDI IMPLEMENTASI ISO 9000 : 2000
                              PADA PERUSAHAAN KONSTRUKSI DI MAKASSAR


                                                                              Abstrak

                Pengelolaan mutu yang sistematik dapat mengurangi biaya kegagalan produk dan jasa. Oleh karena itu diperlukan standar untuk melakukan pekerjaan yang efisien dengan menciptakan konsistensi mutu. Peraturan LPJK pada tahun 2004 mensyaratkan perusahaan konstruksi berkategori B (besar) untuk menerapkan sistem manajemen mutu ISO 9000:2000. Dari konteks tersebut studi ini bertujuan untuk menganalisa manajemen mutu yang ada pada perusahaan konstruksi yang ada di Makassar dan mengetahui proses-proses yang dapat diperbaiki guna memperoleh kepuasan pelanggan yang optimal dan berkelanjutan. 
Penelitian ini meliputi kelengkapan dan sistem manajemen mutu, dokumen mutu, sistem mutu, alat-alat mutu yang digunakan, kegiatan mutu dalam perusahaan, dimensi mutu, budaya mutu,dan pendekatan proses dalam sistem mutu. Dari penelitian yang dilakukan maka diperoleh hasil perusahaan konstruksi di Makassar sudah mengakomodasi sistem mutu dalam perusahaannya yang ditandai dengan sebagian besar perusahaan konstruksi telah memiliki unit kerja khusus dibidang dokumen mutu, sistem mutu dan kegiatan mutu yang menunjang proses dari manajemen mutu. Tingkatan sistem mutu pada perusahaan yang menerapkan ISO 9000:2000 terletak pada tahapan penjaminan mutu. Uji korelasi Spearman menunjukkan bahwa budaya mutu dan kegiatan mutu mempengaruhi secara signifikan proses mutu yang ada di dalam perusahaan konstruksi


                                                                                  BAB I
                                                                       PENDAHULUAN


           Mutu merupakan salah satu tujuan dan sekaligus indikator kesuksesan suatu proyek konstruksi terutama oleh pemilik proyek (owner) terhadap produk dan jasa layanan pelaksana konstruksi (kontraktor). Dalam konteks ini, mutu dianggap sebagai salah satu elemen kunci dari metode dan teknik manajemen proyek konstruksi. Sebagai konsekuensinya, sistem manajemen mutu harus diterapkan baik di tingkat perusahaan (corporate level) maupun di proyek (project level).
            Project Management Institute (PMI, 2000) menyatakan bahwa manajemen mutu proyek merupakan proses diperlukan untuk meyakinkan bahwa proyek akan memenuhi harapan dan kebutuhan, termasuk semua kegiatan dari semua fungsi manajemen yang menentukan kebijakan, tujuan dan tanggung jawab mutu, dan mengimplementasikannya sedemikian hingga seperti perencanaan mutu (quality planning), penjaminan mutu (quality assurance), pengendalian mutu (quality control) dan penyempurnaan mutu (quality improvement).
              ISO 9000 adalah salah satu standar sistem manajemen mutu internasional yang dapat diterapkan baik induk manufaktur maupun jasa konstruksi untuk penyempurnaan mutu prosedur dan produk. Adapun tahapan yang diperlukan untuk menerapkan standar sistem manajemen mutu ISO 9000 adalah mulai dari tahap persiapan implementasi hingga sampai kepada tahap sertifikasi. 
Sertifikasi ISO 9000 dalam industri konstruksi telah diterima secara meluas oleh banyak negara termasuk Indonesia, dan jumlah sertifikat untuk perusahaan konstruksi bertambah
dari tahun ke tahun.

                                                                                BAB II
                                           TUJUAN DAN METODOLOGI PENELITIAN


             Penelitian ini dilakukan pada beberapa perusahaan konstruksi di Makassar untuk mengetahui sejauh mana penerapan konsep dan praktek-praktek standar ISO 9000 di dalam organisasi perusahaan dan batasan jarak yang ada dalam penerapan ISO 9000 dalam perusahaan konstruksi tersebut.
Bahasan penulisan ini terfokus pada studi penerapan standar/sistem manajemen mutu
perusahaan-perusahaan konstruksi di Makassar dengan merujuk kepada standar/sistem manajemen mutu ISO 9000:2000. 
Adapun batasan masalah dari penulisan ini adalah sebagai berikut:
• Pendekatan proses sistem manajemen mutu yang dipakai adalah pada tingkat perusahaan            bukan pada tingkat proyek
• Perusahaan Konstruksi yang menjadi target sampel adalah perusahaan konstruksi                         berkualifikasi besar (B) di kota Makassar baik yang belum atau sudah menerapkan sistem/         standar manajemen mutu ISO 9000 : 2000. Perusahaan kualifikasi kecil (K) atau Menengah       (M) tidak dilibatkan dalam penelitian ini.
• Alat analisis yang digunakan adalah self assessment list ISO 9000:2000 dari Australian & New    Zealand Standard (AS/NZS ISO 9004:2000)
• Klausul yang dipakai adalah klusul 4 (empat) dan klausul 5 (lima). Dimana pada klusul 4                (empat) berisi system manajemen kualitas dimana pada kalusul ini banyak menekankan pada      kebutuhan umum untuk penerapan ISO 9001 : 2000. Sedangkan pada klausul 5 (lima) berisi     tanggung jawab manajemen dimana pada Klaus tanggungjawab manajemen dalam                           mendefinisikan kebijaksanaan, sasaran perencanaan dan sistem manajemen kualitas yang            dibutuhkan ketika mempersiapkan umpan balik melalui peninjauan kembali terhadap                     manajemen untuk merubah peraturan dan menemukan proses yang dapat memperbaiki ke         depan.
              Dalam penelitian ini digunakan metode angket atau kuesioner. Selain itu juga diadakan interview (wawancara apabila terdapat data-data yang dirasa kurang jelas. Hal ini dikarenakan pada perusahaan konstruksi tersebut, dituntut untuk mempunyai sistem mutu yang menjamin kepuasan pelanggan sehingga pada akhirnya standar ISO 9000 akan diterapkan sesuai dengan peraturan LPJK (Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi) pada tahun 2004.
Pada penelitian ini kami lebih memfokuskan pada perusahaan konstruksi berkualifikasi B yang berafiliasi dengan GAPENSI serta dari BUMN yang berdomisili di wilayah Makassar. Adapun jumlah yang terdaftar dalam Badan Usaha Anggota Gapensi Tahun 2003 golongan B sebanyak 16 perusahaan dan Badan Usaha Milik Negara yang ada di wilayah Makassar sebanyak 7 buah.

                                                                         BAB  III
                                                            TINJAUAN PUSTAKA


            Mutu biasanya menggambarkan karakteristik langsung dari suatu produk atau jasa, seperti : kinerja (performance),kehandalan (reliability), mudah dalam penggunaan (easy of use), estetika (esthetics), dan lain sebagainya (Vincent Gaspersz,2001). ISO 8402 mendefinisikan mutu sebagai keseluruhan ciri dan karakteristik produk atau jasa yang kemampuannya dapat memuaskan kebutuhan, baik yang dinyatakan secara tegas maupun tersama, dan manajem
Mutu sebagai semua aktivitas dari fungsi manajemen secara keseluruhan yang menentukan kebijakan mutu, tujuan-tujuan dan tanggung jawab, serta mengimplementasikannya melalui metode perencanaan mutu (Quality Planning), pengendalian mutu (Quality Control), jaminan mutu (Quality Assurance) dan peningkatan mutu (Quality Improvement).
             ISO 9001 : 2000 adalah suatu standar internasional untuk sistem manajemen mutu yang menetapkan persyaratan-persyaratan dan rekomendasi untuk desain dan penilaian dari suatu sistem manajemen mutu, yang bertujuan untuk menjamin bahwa organisasi akan memberikan produk (barang dan/atau jasa) yang memenuhi persyaratan yang ditetapkan. ISO 9001: 2000 bukan merupakan standar produk, karena tidak menyatakan persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi oleh produk (barang dan/atau jasa), tetapi hanyalah merupakan standar sistem manajemen.
ISO 9001:2000 juga terdiri dari 8 Klausul yaitu (1) Klausul Ruang Lingkup; (2) Klausul Referensi Normatif; Klausul Istilah dan Definisi; (4) Klausul Sistem Manajemen Mutu; (5) Klausul Tanggung Jawab Manajemen; Klausul Manajemen Sumber Daya; (7) Klausul Realisasi Produk; dan (8) Klausul Analisis, pengukuran dan peningkatan. (Vincent Gaspersz, 2001).
ISO 9001 : 2000 disusun berlandaskan pada 8 (delapan) prinsip manajemen mutu yang dapat digunakan oleh manajemen senior sebagai kerangka kerja (framework) yang membimbing organisasi menuju peningkatan kinerja yaitu (1) Fokus Pelanggan; (2) Kepemimpinan; (3) Keterlibatan Orang-orang; (4); Pendekatan Pros Pendekatan Sistem terhadap Manajemen; (6) Peningkatan Terus Menerus; (7) Pendekatan Faktual dalam Pembuatan Keputusan; dan (8) Hubungan Pemasok yang Saling Menguntungkan.
               Dalam menerapkan standar ISO 9000 untuk perusahaan di dalam industri konstruksi, ada beberapa kebutuhan yang harus dipenuhi yaitu Tanggung jawab manajemen, Peninjauan ulang terhadap kontrak, Pengendalian terhadap desain, Pengendalian terhadap dokumen, Pembelian, Pengendalian terhadap proses, Tindakan korektif, Pelatihan, dan Peninjauan ulang dan audit.
            Ada beberapa model untuk audit internal dalam organisasi terhadap kriteria sistem manajemen mutu. Model yang paling banyak diketahui dan paling sering digunakan adalah model kualitas nasional dan regional yang mengacu kepada model terbaik di dunia. Pendekatan audit internal dengan menggunakan Gap Analisis ISO 9000 2000 merupakan cara termudah untuk mengetahui tingkat kematangan dari sebuah sistem manajemen mutu perusahaan dan area utama dimana perbaikan dibutuhkan.
            Memang menjadi bahan perdebatan jika prosedur konstruksi dapat distandarisasi (seperti industry manufaktur), diketahui bahwa produk dari konstruksi selalu unik, setiap proses konstruksi melibatkan tenaga kerja dan supplier yang beragam, dan lingkungan dimana proses ini dilaksanakan sering menjadi faktor yang menghambat (Chung,1999).
Di Indonesia kondisi ini lebih rumit lagi karena melibatkan penggunaan tenaga kerja berpendidikan rendah dan sifat pekerjaan cenderung merupakan pekerjaan tangan (Prijono, 1997). Belum lagi format standar yang ada sering membawa kepada penerjemahan yang beragam dan penerapan, kegunaan, serta hasil dari ISO 9000 dapat beragam di antara berbagai perusahaan dan negara (Bubshait dan Al-Atiq, 1999). Hal inilah yang menyebabkan kesulitan
dalam pengukuran dan pengawasan.


                                                                            BAB IV
                                                        HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1 Karakteristik Responden
           Jumlah populasi yang dijadikan objek penelitian ini berjumlah 23 (dua puluh tiga). Perusahaan yang terdiri atas 7 (tujuh) perusahaan milik pemerintah (BUMN) dan 16 (enam belas) perusahaan swasta yang berkualifikasi besar (B) dalam daftar anggota Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia (GAPENSI) dalam wilayah Makassar. 
Dari hasil distribusi kuesioner yang diadakan sebanyak 15 responden merespon positif dan mengembalikan kuesioner sedangkan sisanya tidak dapat dihubungi atau merespon negatif.
Perusahaan yang menjadi responden dalam penelitian ini merupakan perusahaan yang berpengalama minimal 6 (enam) tahun dalam berbagai proyek konstruksi di Sulawesi Selatan. Pengalaman kerja lebih dari 16 tahun dimiliki oleh perusahaan yang bersertifikasi ISO 9000 : 2000.
             Untuk perusahaan yang belum memiliki sertifikat ISO 9000 : 2000 ada sekitar 29% perusahaan yang berumur antara 6 sampai 15 tahun selebihnya berumur 16 tahun keatas. Perusahaan yang memiliki sertifikat ISO 9000 : 2000 mempunyai nilai kontrak rata-rata 16 sampai 20 milyar keatas. Perusahaan yang mempunyai nilai kontrak 16 sampai 20 milyar hanya sebesar 12,5% sedangkan sisanya mempunyai nilai kontrak di atas 20 milyar. 
Nilai kontrak perusahaan non ISO 9000 : 2000 mengalami perubahan dari tahun ketahun meskipun secara keseluruhan nilai kontraknya masih dibawah perusahaan yang memiliki ISO 9000 : 2000. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan yang memiliki ISO mempunyai kemudahan untuk mendapatkan nilai kontrak yang lebih tinggi. Dari hasil interview yang dilakukan kemudahan mendapatkan ini kontrak yang lebih tinggi disebabkan adanya kepercayaan dari konsumen pengguna jasa konstruksi dimana pelanggan merasa mempunyai sebuah jaminan bahwa proyek akan selesai tepat pada waktunya dengan standar mutu yang telah disepakati.
           Seperti yang diketahui bahwa bahwa ISO 9000 : 2000 mempunyai beberapa kelengkapan system mendukung dari ISO 9000 : 2000 itu sendiri, berupa unit kerja dokumen-dokumen mutu dan sistem mutu yang digunakan. Dari hasil kuesioner yang diedarkan maka dihasilkan gambaran bahwa responden yang memiliki unit yang khusus menangani mutu hanya 93,3% dan sisanya sebesar 6,7% tidak memiliki unit khusus yang menangapi mutu. 
Untuk perusahaan yang bersertifikat ISO 9000 : 2000 mempunyai unit kerja mutu yang menangani manajemen mutu dalam perusahaan tersebut sedangkan pada perusahaan yang tidak bersertifikat ISO 9000 : 20 hanya 85,7% yang mempunyai unit kerja mutu dan sisanya belum memiliki unit kerja khusus untuk menangani mutu. 
             Fakta ini menunjukkan bahwa sistem mutu sudah diakomodasi dalam struktur organisasi pada perusahaan kostruksi di Makassar. Dengan terdapatnya unit mutu diperusahaan maka pengelolaan mutu akan menjadi sulit kegiatan berstruktur dan sistematis. Untuk dokumen mutu yang digunakan ada tiga yaitu (1) Pedoman Mutu (Quality Control); (2) Prosedur Sistem Mutu; dan (3) Instruksi Kerja.
Kelengkapan dokumen mutu ini kurang dimiliki oleh perusahaan yang tidak menerapkan ISO 9000 Responden yang tidak memiliki ISO 9000 : 2000 sebanyak 62,5% hanya menggunakan sebuah dokumen mutu 12,5% sama sekali tidak mempunyai sistem mutu. Hanya 25% responden non ISO 9000 : 2000 yang menggunakan ketiga dokumen mutu dalam menerapkan sistem mutunya. Dari hasil interview yang dilakukan, responden non ISO 9000 : 2000 yang memiliki ketiga dokumen mutu adalah perusahaan konstruksi yang berada pada tahap sertifikat standar sistem manajemen mutu ISO 9000 : 2000.
           Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perusahaan yang bersertifikat ISO 9000:2000 seharu dilengkapi dengan dokumen instruksi kerja, sedangkan perusahaan yang belum mengantongi ISO 9000:2000 makin harus menambah dokumen mutunya berupa pedoman mutu dan instruksi kerja untuk dapat memenuhi standar sistem manajemen mutu berbasis ISO 9000. 
             Perusahaan konstruksi untuk menepati jadwal baik dari segi waktu kontrak dimulai, masuk waktu tunggu sampai masa pekerjaan serta penyelesaian kontrak. Kehandalan dan kesesuaian menempati urutan kedua dari peringkat variabel karateristik mutu berdasarkan hasil kuesioner yang dilakukan dengan total nilai 66. Hal ini dikarenakan responden menganggap tingkat akurasi terhadap kesesuaian terhadap pelayanan dan spesifikasi yang telah ditetapkan sebelumnya berdasarkan keinginan pelanggan harus dipenuhi selanjutnya seperti responsiveness/tanggapan, ketelitian, kelengkapan, konsistensi, estetika dan serviceability mempunyai nilai total sebesar 62 diikuti oleh aksebilitas/kemudahan dengan jumlah total yang sama sedangkan daya tahan dan perceived quality memiliki nilai total yang sama pula sebesar 60. Dengan nilai total 59 yang merupakan nilai total terendah kebangaan dan fitur menepati urutan terakhir.
          Fitur adalah karateristik yang melengkapi fungsi dasar fasilitas berkaitan dengan tambahan performance/fungsi dasar dan pengembangannya. Dari hasil interview yang dilakukan terhadap responden menempati urutan terakhir dikarenakan pelanggan perusahaan konstruksi di Makassar biasanya terfokus pada kebutuhan dasar dan menganggap fitur hanya sebagai pelengkap saja.
Untuk perusahaan yang menerapkan standar sistem mutu ISO 9000 : 2000 karyawan dan staf manejemen kebanggaan yang lebih tinggi dalam menjalankan sistem mutu guna mendapatkan kepuasan pelanggan yang lebih tinggi lagi. Kebanggaan yang ada pada perusahaan yang tidak menerapkan standar sistem mutu ISO 9000 : 2000 kurang dimiliki oleh para karyawan dan staf . 
                Hal ini menandakan bahwa standar sistem mutu ISO 9000 meningkatkan kepercayaan karyawan dan staf dalam menjalankan sistem mutu yang ada. Dari nilai skor yang ada menandakan bahwa perusahaan konstruksi telah menyadari bahwa pada umumnya pelanggan menginginkan produk yang memiliki karateristik yang lebih cepat dan lebih baik. Pada industri ketepatan waktu pelayanan dan akurasinya merupakan faktor yang penting yang diinginkan oleh pelanggan
           Pada perusahaan konstruksi budaya mutu merupakan suatu kegiatan yang harus dikembangkan untuk mendukung proses mutu atau mempertahankan sistem mutu yang ada perusahaan. Adapun budaya mutu yang paling tinggi nilai totalnya berdasarkan hasil kuesioner adalah kepemimpinan sebagai suatu kegiatan dari perubahan budaya yang sangat penting dengan mendapatkan nilai total sebesar 66. Dengan nilai total sebesar 62 menepatkan pemberdayaan karyawan dan perbaikan terus menerus sebagai pilihan terendah.
Khusus untuk perusahaan yang menerapkan standar sistem mutu ISO 9000 : 2000 kepemimpinan menempati urutan tertinggi pada budaya mutu pada perusahaan yang ada. Pemberdayaan karyawan dan focus pelanggan menempati urutan kedua dengan nilai total 36. Nilai terendah sebesar 34 dimiliki oleh pengembang.
             Kepemimpinan dan pemberdayaan karyawan merupakan salah satu bagian dari tanggung jawab manajemen dan merupakan faktor yang paling mudah untuk diimplementasikan oleh perusahaan konstruksi di Indonesia Pemberdayaan karyawan pada perusahaan yang tidak menerapkan sistem mutu ISO 9000 : 2000 menempati urutan terakhir pada budaya mutu yang ada pada perusahaan tersebut. Hal ini menandakan diperlukannya peningkatan kepemimpinan dan pemberdayaan karyawan pada perusahaan tersebut.
Karyawan adalah pelaku manajemen yang seharusnya dilibatkan dalam evaluasi. Dengan demikian karyawan pada jenjang orgainisasi merasa ikut bertanggung jawab terhadap proses dan kinerja yang dihasilkan serta secara sadar turut menjalankan siklus manajemen-PDCA secara utuh dan proporsional. Efektif tidaknya implementasi ISO 9001 : 20000 sangat tergantung pada kemampuan pemimpin mempengaruhi dan memotivasi karyawan agar mau mengikuti sistem yang dibangun. 
               Kebiasaan yang dipraktekkan oleh atasan akan dilakukan juga oleh bawahan karena itu pemimpin senantiasa dituntut untuk menjadi model dalam sikap dan prilaku. Kadar komitmen mutu pada atasan dapat terlihat oleh bawahan karena itu jangan menyala bawahan kalau mereka meniru model atau contoh yang tidak baik yang dilakukan oleh atasan.
Audit internal merupakan cara untuk mengavaluasi hasil atau menilai keefektivitasan dan efisienan perusahaan serta menandakan seberapa matang sistem mutu yang dipunyai perusahaan tersebut. Pendekatan antara internal dengan menggunakan Gap Analisis ISO 9000 : 2000 merupakan cara termudah untuk mengetahui kematangan dari sebuah sistem manajemen mutu perusahaan dan area utama dimana perbaikan dibutuhkan Pendekatan proses dengan self assessment ISO 9004 untuk setiap klausulnya mempunyai skala dari 1 (tidak ada sistem formal) sampai dengan 5 (terbaik dalam prestasi). 
             Dari hasil uji korelasi yang dilakukan terlihat dengan jelas bahwa budaya mutu dan kegiatan mutu mempengaruhi proses mutu yang ada di dalam perusahaan konstruksi. Semakin tinggi budaya mutu dan kegiatan mutu yang ada di perusahan maka akan semakin matang proses mutu yang dimiliki oleh perusahaan konstruksi tersebut. Hal ini dikarenakan sasaran hasil yang ada harus diterjemahkan oleh proses mutu kedalam budaya mutu dan kegiatan mutu di dalam perusahaan. Tanpa adanya budaya mutu dan kegiatan mutu yang mendukung proses mutu maka sasaran hasil tidak akan tercapai dan terukur dengan jelas. 
Berbeda dengan kedua hal di atas untuk perusahaan konstruksi tidak mempengaruhi kematangan proses mutu yang ada di dalam perusahaan tersebut, dan tidak berarti semakin tua usia perusahaan semakin tinggi pula nilai kematangan proses yang dimiliki. Kematangan proses mutu yang ada ditunjang oleh kemampuan perusahaan dalam mematangkan kegiatan mutu dan budaya yang ada dalam perusahaan dan biasanya membutuhkan waktu yang cukup lama untuk mendapatkannya.
               Standar sistem mutu ISO 9001: 2000 sendiri menekankan kematangan proses mutu guna mendapatkan mutu produk/jasa dalam memenuhi kebutuhan pelanggan. Dengan kematangan proses mutu yang ada diharapkan tahapan dalam perusahaan penyedia jasa konstruksi akan menghasilkan output yang bermutu untuk proses selanjutnya hingga produk/jasa sampai ditangan pelanggan atau pengguna jasa konstruksi.


                                                                              BAB V
                                                         KESIMPULAN DAN SARAN


5.1 Kesimpulan
          Permasalahan konstruksi di kota Makassar khususnya perusahaan yang memiliki kualifikasi besar (B) sudah mengakomodasi sistem mutu dalam semua organisasinya. Hal ini ditandai dengan dimilikinya unit kerja khusus di bidang mutu, dokumen-dokumen mutu, sistem mutu, kegiatan-kegiatan mutu yang menunjang proses dari manajemen mutu. Hanya sebagian kecil responden yang tidak memiliki kelengkapan di bidang unit mutu dan dokumen-dokumen mutu.
              Dari pendekatan proses yang dilakukan terhadap responden pada pemenuhan klausul yang ada dapat diketahui bahwa identifikasi kebutuhan dan harapan pelanggan merupakan proses yang mempunyai kematangan tertinggi disusul oleh kepemimpinan, keterlibatan, dan komitmen manajemen puncak serta dokumentasi yang mendukung operasi yang efektif dan efisien. Hal ini sesuai dengan hasil uji spearman yang membuktikan bahwa terdapat hubungan linear antara kematangan proses dengan budaya mutu yang kuat. 
              Merujuk pada variabel-variabel audit dalam standar panduan mutu (AS/NZS ISO 9004 : 2000, Quality management sistem Guidelines for Performance Iimprovements, 2001) tampak bahwa perusahaan konstruksi di Makassar sudah mencapai peningkatan yang berkesinambungan pada kematangan prosesnya. Dari hasil uji korelasi Spearman yang dilakukan terlihat dengan jelas bahwa budaya mutu dan kegiatan mutu mempengaruhi proses mutu yang ada di dalam perusahaan konstruksi. Sedangkan usia perusahaan konstrusi tidak mempengaruhi kematangan proses mutu yang ada di dalam perusahaan-perusahaan tersebut.

5.2 Saran-saran 
              Dari hasil penelitian, terlihat bahwa perusahaan konstruksi klasifikasi B di Makassar yang belum memperoleh sertifikasi standar sistem mutu ISO 9000: 2000 masih harus meningkatkan sistem manajemen mutu yang ada untuk memenuhi kelengkapan sistem yang mendukung ISO 9001 : 2000 yaitu unit kerja khusus di dokumen-dokumen mutu dan sistem manajemen mutu yang digunakan.
Mengingat penelitian ini masih terbatas pada kontraktor golongan besar, maka diperlukan studi lanjut yang lebih komprehensif yang mencakup semua klasifikasi perusahaan konstruksi.

                                                                  DAFTAR PUSTAKA

• AS/NZS ISO 9001 : 2000, (2000). Quality Management systems - requirements, ISO, Australia/New Zealand.
• AS/NZS ISO 19011 : 2003, (2003). Guidelines for Quality and/for environmental management systems auditing, ISO, Australia/New Zealand.
• AS/NZS ISO 9000 : 2000, (2000). Quality Management systems – Fundamentals and Vocabulary, ISO, Australia/New Zealand.
• AS/NZS ISO 9004 : 2000, (2000). Quality Management systems – Guidelines for Performance Improvements , ISO, Australia/New Zealand.
• Abubshait,A.A, dan Al Atiq.A, T.H. (1999). ISO 9000 Quality Standard in Construction, Journal of Management.
• Chung, C. (1999) Understanding Quality Assurance in Constrution (A practical guide to ISO 9000 for Contractors, E & FN Spon, Sydney.
• Gaspersz, Vincent, (2001). ISO 9001: 2000 and Continual Quality Improvement, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
• Gaspersz, Vincent, (2001). ISO Total Quality Management, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
• Gaspersz, Vincent, (1997). Membangun Tujuh Kebiasaan Kualitas dalam Praktek bisnis global, PT. Gramedia Pustaka Utama.
• Project Management Institute, (2000). A Guide to The Project Management Body of Knowledge, Newtown Square, Pennsylvania USA.
• Wiryodinigrat, Prijono, (1997). ISO 9000 untuk Kontraktor, PT. Gramedia, Jakarta, 1997.
• Setyanto dan Setiawan, (2004). Evaluation on The Implementation of Management Responsibility in ISO 9001:2000 By Contractors in Indonesia, The Ninth East Asia-Pacific Conference on Structural Engineering and Construction.


Minggu, 03 Mei 2009

Undang - undang jasa konstruksi no.18 tahun 1999

UU 18/1999, JASA KONSTRUKSI

Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Nomor: 18 TAHUN 1999 (18/1999)

Tanggal: 7 MEI 1999 (JAKARTA)


Tentang: JASA KONSTRUKSI 

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA 

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 

Menimbang: 

a. bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang merata material dan spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945; 


b. bahwa jasa konstruksi merupakan salah satu kegiatan dalam bidang ekonomi, sosial, dan budaya yang mempunyai peranan penting dalam pencapaian berbagai sasaran guna menunjang terwujudnya tujuan pembangunan nasional; 


c. bahwa berbagai peraturan perundang-undangan yang berlaku belum berorientasi baik kepada kepentingan pengembangan jasa konstruksi sesuai dengan karakteristiknya, yang mengakibatkan kurang berkembangnya iklim usaha yang mendukung peningkatan daya saing secara optimal, maupun bagi kepentingan masyarakat; 


d. bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut pada huruf a, b, dan c diperlukan Undang-undang tentang Jasa Konstruksi; 

Mengingat: 

Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), dan Pasal 33 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945; 

Dengan Persetujuan 

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA 

MEMUTUSKAN: 

Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG JASA KONSTRUKSI. 

BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 

Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan : 

*9546 1. Jasa konstruksi adalah layanan jasa konsultansi perencanaan pekerjaan konstruksi, layanan jasa pelaksanaan pekerjaan konstruksi, dan layanan jasa konsultansi pengawasan pekerjaan konstruksi; 

2. Pekerjaan konstruksi adalah keseluruhan atau sebagian rangkaian kegiatan perencanaan dan/atau pelaksanaan beserta pengawasan yang mencakup pekerjaan arsitektural, sipil, mekanikal, elektrikal, dan tata lingkungan masing-masing beserta kelengkapannya, untuk mewujudkan suatu bangunan atau bentuk fisik lain; 

3. Pengguna jasa adalah orang perseorangan atau badan sebagai pemberi tugas atau pemilik pekerjaan/proyek yang memerlukan layanan jasa konstruksi; 

4. Penyedia jasa adalah orang perseorangan atau badan yang kegiatan usahanya menyediakan layanan jasa konstruksi; 

5. Kontrak kerja konstruksi adalah keseluruhan dokumen yang mengatur hubungan hukum antara pengguna jasa dan penyedia jasa dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi; 

6. Kegagalan bangunan adalah keadaan bangunan, yang setelah diserahterimakan oleh penyedia jasa kepada pengguna jasa, menjadi tidak berfungsi baik secara keseluruhan maupun sebagian dan/atau tidak sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam kontrak kerja konstruksi atau pemanfaatannya yang menyimpang sebagai akibat kesalahan penyedia jasa dan/atau pengguna jasa; 

7. Forum jasa konstruksi adalah sarana komunikasi dan konsultasi antara masyarakat jasa konstruksi dan Pemerintah mengenai hal-hal yang berkaitan dengan masalah jasa konstruksi nasional yang bersifat nasional, independen, dan mandiri; 

8. Registrasi adalah suatu kegiatan untuk menentukan kompetensi profesi keahlian dan keterampilan tertentu, orang perseorangan dan badan usaha untuk menentukan izin usaha sesuai klasifikasi dan kualifikasi yang diwujudkan dalam sertifikat; 

9. Perencana konstruksi adalah penyedia jasa orang perseorangan atau badan usaha yang dinyatakan ahli yang profesional di bidang perencanaan jasa konstruksi yang mampu mewujudkan pekerjaan dalam bentuk dokumen perencanaan bangunan atau bentuk fisik lain; 10. Pelaksana konstruksi adalah penyedia jasa orang perseorangan atau badan usaha yang dinyatakan ahli yang profesional di bidang pelaksanaan jasa konstruksi yang mampu menyelenggarakan kegiatannya untuk mewujudkan suatu hasil perencanaan menjadi bentuk bangunan atau bentuk fisik lain; 11. Pengawas konstruksi adalah penyedia jasa orang perseorangan atau badan usaha yang dinyatakan ahli yang profesional di bidang pengawasan jasa konstruksi yang mampu melaksanakan pekerjaan pengawasan sejak awal pelaksanaan pekerjaan konstruksi sampai selesai dan diserahterimakan. 

BAB II ASAS DAN TUJUAN Pasal 2 

Pengaturan jasa konstruksi berlandaskan pada asas kejujuran *9547 dan keadilan, manfaat, keserasian, keseimbangan, kemandirian, keterbukaan, kemitraan, keamanan dan keselamatan demi kepentingan masyarakat, bangsa, dan negara. 

Pasal 3 

Pengaturan jasa konstruksi bertujuan untuk : 

a. memberikan arah pertumbuhan dan perkembangan jasa konstruksi untuk mewujudkan struktur usaha yang kokoh, andal, berdaya saing tinggi, dan hasil pekerjaan konstruksi yang berkualitas; 
b. mewujudkan tertib penyelenggaraan pekerjaan konstruksi yang menjamin kesetaraan kedudukan antara pengguna jasa dan penyedia jasa dalam hak dan kewajiban, serta meningkatkan kepatuhan pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku; 
c. mewujudkan peningkatan peran masyarakat di bidang jasa konstruksi. 

BAB III USAHA JASA KONSTRUKSI Bagian Pertama Jenis, Bentuk, dan Bidang Usaha Pasal 4 

(1) Jenis usaha jasa konstruksi terdiri dari usaha perencanaan konstruksi, usaha pelaksanaan konstruksi, dan usaha pengawasan konstruksi yang masing-masing dilaksanakan oleh perencana konstruksi, pelaksana konstruksi, dan pengawas konstruksi. 

(2) Usaha perencanaan konstruksi memberikan layanan jasa perencanaan dalam pekerjaan konstruksi yang meliputi rangkaian kegiatan atau bagian-bagian dari kegiatan mulai dari studi pengembangan sampai dengan penyusunan dokumen kontrak kerja konstruksi. 

(3) Usaha pelaksanaan konstruksi memberikan layanan jasa pelaksanaan dalam pekerjaan konstruksi yang meliputi rangkaian kegiatan atau bagian-bagian dari kegiatan mulai dari penyiapan lapangan sampai dengan penyerahan akhir hasil pekerjaan konstruksi. 

(4) Usaha pengawasan konstruksi memberikan layanan jasa pengawasan baik keseluruhan maupun sebagian pekerjaan pelaksanaan konstruksi mulai dari penyiapan lapangan sampai dengan penyerahan akhir hasil konstruksi. 

Pasal 5 

(1) Usaha jasa konstruksi dapat berbentuk orang perseorangan atau badan usaha. 

(2) Bentuk usaha yang dilakukan oleh orang perseorangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) selaku pelaksana konstruksi hanya dapat melaksanakan pekerjaan konstruksi yang berisiko kecil, yang berteknologi sederhana, dan yang berbiaya kecil. 

*9548 (3) Bentuk usaha yang dilakukan oleh orang perseorangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) selaku perencana konstruksi atau pengawas konstruksi hanya dapat melaksanakan pekerjaan yang sesuai dengan bidang keahliannya. 

(4) Pekerjaan konstruksi yang berisiko besar dan/atau yang berteknologi tinggi dan/atau yang berbiaya besar hanya dapat dilakukan oleh badan usaha yang berbentuk perseroan terbatas atau badan usaha asing yang dipersamakan. 

Pasal 6 

Bidang usaha jasa konstruksi mencakup pekerjaan arsitektural dan/atau sipil dan/atau mekanikal dan/atau elektrikal dan/atau tata lingkungan, masing-masing beserta kelengkapannya. 

Pasal 7 

Ketentuan tentang jenis usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1), bentuk usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dan bidang usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. 

Bagian Kedua Persyaratan Usaha, Keahlian, dan Keterampilan Pasal 8 

Perencana konstruksi, pelaksana konstruksi, dan pengawas konstruksi yang berbentuk badan usaha harus : 

a. memenuhi ketentuan tentang perizinan usaha di bidang jasa konstruksi; 
b. memiliki sertifikat, klasifikasi, dan kualifikasi perusahaan jasa konstruksi. 

Pasal 9 

(1) Perencana konstruksi dan pengawas konstruksi orang perseorangan harus memiliki sertifikat keahlian. 

(2) Pelaksana konstruksi orang perseorangan harus memiliki sertifikat keterampilan kerja dan sertifikat keahlian kerja. 

(3) Orang perseorangan yang dipekerjakan oleh badan usaha sebagai perencana konstruksi atau pengawas konstruksi atau tenaga tertentu dalam badan usaha pelaksana konstruksi harus memiliki sertifikat keahlian. 

(4) Tenaga kerja yang melaksanakan pekerjaan keteknikan yang bekerja pada pelaksana konstruksi harus memiliki sertifikat keterampilan dan keahlian kerja. 

Pasal 10 

Ketentuan mengenai penyelenggaraan perizinan usaha, klasifikasi usaha, kualifikasi usaha, sertifikasi *9549 keterampilan, dan sertifikasi keahlian kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dan Pasal 9 diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. 

Bagian Ketiga Tanggung Jawab Profesional Pasal 11 

(1) Badan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dan orang perseorangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 harus bertanggung jawab terhadap hasil pekerjaannya. 

(2) Tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilandasi prinsip-prinsip keahlian sesuai dengan kaidah keilmuan, kepatutan, dan kejujuran intelektual dalam menjalankan profesinya dengan tetap mengutamakan kepentingan umum. 

(3) Untuk mewujudkan terpenuhinya tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dapat ditempuh melalui mekanisme pertanggungan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 

Bagian Keempat Pengembangan Usaha Pasal 12 

(1) Usaha jasa konstruksi dikembangkan untuk mewujudkan struktur usaha yang kokoh dan efisien melalui kemitraan yang sinergis antara usaha yang besar, menengah, dan kecil serta antara usaha yang bersifat umum, spesialis, dan keterampilan tertentu. 

(2) Usaha perencanaan konstruksi dan pengawasan konstruksi dikembangkan ke arah usaha yang bersifat umum dan spesialis. 

(3) Usaha pelaksanaan konstruksi dikembangkan ke arah : 

a. usaha yang bersifat umum dan spesialis; b. usaha orang perseorangan yang berketerampilan kerja. 

Pasal 13 

Untuk mengembangkan usaha jasa konstruksi diperlukan dukungan dari mitra usaha melalui : 

a. perluasan dan peningkatan akses terhadap sumber pendanaan, serta kemudahan persyaratan dalam pendanaan, 
b. pengembangan jenis usaha pertanggungan untuk mengatasi risiko yang timbul dan tanggung jawab hukum kepada pihak lain dalam pelaksanaan pekerjaan konstruksi atau akibat dari kegagalan bangunan. 

BAB IV PENGIKATAN PEKERJAAN KONSTRUKSI Bagian Pertama Para Pihak Pasal 14 

*9550 Para pihak dalam pekerjaan konstruksi terdiri dari : 

a. pengguna jasa; 
b. penyedia jasa. 

Pasal 15 

(1) Pengguna jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf a, dapat menunjuk wakil untuk melaksanakan kepentingannya dalam pekerjaan konstruksi. 

(2) Pengguna jasa harus memiliki kemampuan membayar biaya pekerjaan konstruksi yang didukung dengan dokumen pembuktian dari lembaga perbankan dan/atau lembaga keuangan bukan bank. 

(3) Bukti kemampuan membayar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diwujudkan dalam bentuk lain yang disepakati dengan mempertimbangkan lokasi, tingkat kompleksitas, besaran biaya, dan/atau fungsi bangunan yang dituangkan dalam perjanjian tertulis antara pengguna jasa dan penyedia jasa. 

(4) Jika pengguna jasa adalah Pemerintah, pembuktian kemampuan untuk membayar diwujudkan dalam dokumen tentang ketersediaan anggaran. 

(5) Pengguna jasa harus memenuhi kelengkapan yang dipersyaratkan untuk melaksanakan pekerjaan konstruksi. 

Pasal 16 

(1) Penyedia jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf b terdiri dari: a. perencana konstruksi; b. pelaksana konstruksi; c. pengawas konstruksi. 

(2) Layanan jasa yang dilakukan oleh penyedia jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh tiap-tiap penyedia jasa secara terpisah dalam pekerjaan konstruksi. 

(3) Layanan jasa perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan dapat dilakukan secara terintegrasi dengan memperhatikan besaran pekerjaan atau biaya, penggunaan teknologi canggih, serta risiko besar bagi para pihak ataupun kepentingan umum dalam satu pekerjaan konstruksi. 

Bagian Kedua Pengikatan Para Pihak Pasal 17 

(1) Pengikatan dalam hubungan kerja jasa konstruksi dilakukan berdasarkan prinsip persaingan yang sehat melalui pemilihan penyedia jasa dengan cara pelelangan umum atau terbatas. 

*9551 (2) Pelelangan terbatas hanya boleh diikuti oleh penyedia jasa yang dinyatakan telah lulus prakualifikasi. 

(3) Dalam keadaan tertentu, penetapan penyedia jasa dapat dilakukan dengan cara pemilihan langsung atau penunjukan langsung. 

(4) Pemilihan penyedia jasa harus mempertimbangkan kesesuaian bidang, keseimbangan antara kemampuan dan beban kerja, serta kinerja penyedia jasa. 

(5) Pemilihan penyedia jasa hanya boleh diikuti oleh penyedia jasa yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dan Pasal 9. 

(6) Badan-badan usaha yang dimiliki oleh satu atau kelompok orang yang sama atau berada pada kepengurusan yang sama tidak boleh mengikuti pelelangan untuk satu pekerjaan konstruksi secara bersamaan. 

Pasal 18 

(1) Kewajiban pengguna jasa dalam pengikatan mencakup : 

a. menerbitkan dokumen tentang pemilihan penyedia jasa yang memuat ketentuan-ketentuan secara lengkap, jelas dan benar serta dapat dipahami; b. menetapkan penyedia jasa secara tertulis sebagai hasil pelaksanaan pemilihan. 

(2) Dalam pengikatan, penyedia jasa wajib menyusun dokumen penawaran berdasarkan prinsip keahlian untuk disampaikan kepada pengguna jasa. 

(3) Dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) bersifat mengikat bagi kedua pihak dan salah satu pihak tidak dapat mengubah dokumen tersebut secara sepihak sampai dengan penandatanganan kontrak kerja konstruksi. 

(4) Pengguna jasa dan penyedia jasa harus menindaklanjuti penetapan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dengan suatu kontrak kerja konstruksi untuk menjamin terpenuhinya hak dan kewajiban para pihak yang secara adil dan seimbang serta dilandasi dengan itikad baik dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi. 

Pasal 19 

Jika pengguna jasa mengubah atau membatalkan penetapan tertulis, atau penyedia jasa mengundurkan diri setelah diterbitkannya penetapan tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) huruf b, dan hal tersebut terbukti menimbulkan kerugian bagi salah satu pihak, maka pihak yang mengubah atau membatalkan penetapan, atau mengundurkan diri wajib dikenai ganti rugi atau bisa dituntut secara hukum. 

Pasal 20 

Pengguna jasa dilarang memberikan pekerjaan kepada penyedia *9552 jasa yang terafiliasi untuk mengerjakan satu pekerjaan konstruksi pada lokasi dan dalam kurun waktu yang sama tanpa melalui pelelangan umum ataupun pelelangan terbatas. 

Pasal 21 

(1) Ketentuan mengenai pemilihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17, kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18, dan pembatalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 berlaku juga dalam pengikatan antara penyedia jasa dan subpenyedia jasa. 

(2) Ketentuan mengenai tata cara pemilihan penyedia jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17, penerbitan dokumen dan penetapan penyedia jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. 

Bagian Ketiga Kontrak Kerja Konstruksi Pasal 22 

(1) Pengaturan hubungan kerja berdasarkan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (3) harus dituangkan dalam kontrak kerja konstruksi. 

(2) Kontrak kerja konstruksi sekurang-kurangnya harus mencakup uraian mengenai : 

a. para pihak, yang memuat secara jelas identitas para pihak; b. rumusan pekerjaan, yang memuat uraian yang jelas dan rinci tentang lingkup kerja, nilai pekerjaan, dan batasan waktu pelaksanaan; c. masa pertanggungan dan/atau pemeliharaan, yang memuat tentang jangka waktu pertanggungan dan/atau pemeliharaan yang menjadi tanggung jawab penyedia jasa; d. tenaga ahli, yang memuat ketentuan tentang jumlah, klasifikasi dan kualifikasi tenaga ahli untuk melaksanakan pekerjaan konstruksi; e. hak dan kewajiban, yang memuat hak pengguna jasa untuk memperoleh hasil pekerjaan konstruksi serta kewajibannya untuk memenuhi ketentuan yang diperjanjikan serta hak penyedia jasa untuk memperoleh informasi dan imbalan jasa serta kewajibannya melaksanakan pekerjaan konstruksi. f. cara pembayaran, yang memuat ketentuan tentang kewajiban pengguna jasa dalam melakukan pembayaran hasil pekerjaan konstruksi; g. cidera janji, yang memuat ketentuan tentang tanggung jawab dalam hal salah satu pihak tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana diperjanjikan; h. penyelesaian perselisihan, yang memuat ketentuan tentang tata cara penyelesaian perselisihan akibat ketidaksepakatan; i. pemutusan kontrak kerja konstruksi, yang memuat ketentuan tentang pemutusan kontrak kerja konstruksi yang timbul akibat tidak dapat dipenuhinya kewajiban salah satu pihak; *9553 j. keadaan memaksa (force majeure), yang memuat ketentuan tentang kejadian yang timbul di luar kemauan dan kemampuan para pihak, yang menimbulkan kerugian bagi salah satu pihak. k. kegagalan bangunan, yang memuat ketentuan tentang kewajiban penyedia jasa dan/atau pengguna jasa atas kegagalan bangunan; l. perlindungan pekerja, yang memuat ketentuan tentang kewajiban para pihak dalam pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja serta jaminan sosial; m. aspek lingkungan, yang memuat kewajiban para pihak dalam pemenuhan ketentuan tentang lingkungan. 

(3) Kontrak kerja konstruksi untuk pekerjaan perencanaan harus memuat ketentuan tentang hak atas kekayaan intelektual. 

(4) Kontrak kerja konstruksi dapat memuat kesepakatan para pihak tentang pemberian insentif. 

(5) Kontrak kerja konstruksi untuk kegiatan pelaksanaan dalam pekerjaan konstruksi, dapat memuat ketentuan tentang sub-penyedia jasa serta pemasok bahan dan atau komponen bangunan dan atau peralatan yang harus memenuhi standar yang berlaku. 

(6) Kontrak kerja konstruksi dibuat dalam bahasa Indonesia dan dalam hal kontrak kerja konstruksi dengan pihak asing, maka dapat dibuat dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. 

(7) Ketentuan mengenai kontrak kerja konstruksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berlaku juga dalam kontrak kerja konstruksi antara penyedia jasa dengan subpenyedia jasa. 

(8) Ketentuan mengenai kontrak kerja konstruksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), hak atas kekayaan intelektual sebagaimana dimaksud pada ayat (3), pemberian insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dan mengenai pemasok dan/atau komponen bahan bangunan dan/atau peralatan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. 

BAB V PENYELENGGARAAN PEKERJAAN KONSTRUKSI Pasal 23 

(1) Penyelenggaraan pekerjaan konstruksi meliputi tahap perencanaan dan tahap pelaksanaan beserta pengawasannya yang masing-masing tahap dilaksanakan melalui kegiatan penyiapan, pengerjaan, dan pengakhiran. 

(2) Penyelenggaraan pekerjaan konstruksi wajib memenuhi ketentuan tentang keteknikan, keamanan, keselamatan dan kesehatan kerja, perlindungan tenaga kerja, serta tata lingkungan setempat untuk menjamin terwujudnya tertib *9554 penyelenggaraan pekerjaan konstruksi. 

(3) Para pihak dalam melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi kewajiban yang dipersyaratkan untuk menjamin berlangsungnya tertib penyelenggaraan pekerjaan konstruksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2). 

(4) Penyelenggaraan pekerjaan konstruksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. 

Pasal 24 

(1) Penyedia jasa dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi dapat menggunakan subpenyedia jasa yang mempunyai keahlian khusus sesuai dengan masing-masing tahapan pekerjaan konstruksi. 

(2) Subpenyedia jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dan Pasal 9. 

(3) Penyedia jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memenuhi hak-hak subpenyedia jasa sebagaimana tercantum dalam kontrak kerja konstruksi antara penyedia jasa dan subpenyedia jasa. 

(4) Subpenyedia jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajib memenuhi kewajiban-kewajibannya sebagaimana tercantum dalam kontrak kerja konstruksi antara penyedia jasa dan subpenyedia jasa. 

BAB VI KEGAGALAN BANGUNAN Pasal 25 

(1) Pengguna jasa dan penyedia jasa wajib bertanggung jawab atas kegagalan bangunan. 

(2) Kegagalan bangunan yang menjadi tanggung jawab penyedia jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan terhitung sejak penyerahan akhir pekerjaan konstruksi dan paling lama 10 (sepuluh) tahun. 

(3) Kegagalan bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh pihak ketiga selaku penilai ahli. 

Pasal 26 

(1) Jika terjadi kegagalan bangunan yang disebabkan karena kesalahan perencana atau pengawas konstruksi, dan hal tersebut terbukti menimbulkan kerugian bagi pihak lain, maka perencana atau pengawas konstruksi wajib bertanggung jawab sesuai dengan bidang profesi dan dikenakan ganti rugi. 

(2) Jika terjadi kegagalan bangunan yang disebabkan karena kesalahan pelaksana konstruksi dan hal tersebut terbukti menimbulkan kerugian bagi pihak lain, maka *9555 pelaksana konstruksi wajib bertanggung jawab sesuai dengan bidang usaha dan dikenakan ganti rugi. 

Pasal 27 

Jika terjadi kegagalan bangunan yang disebabkan karena kesalahan pengguna jasa dalam pengelolaan bangunan dan hal tersebut menimbulkan kerugian bagi pihak lain, maka pengguna jasa wajib bertanggung jawab dan dikenai ganti rugi. 

Pasal 28 

Ketentuan mengenai jangka waktu dan penilai ahli sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25, tanggung jawab perencana konstruksi, pelaksana konstruksi, dan pengawas konstruksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 serta tanggung jawab pengguna jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. 

BAB VII PERAN MASYARAKAT Bagian Pertama Hak dan Kewajiban Pasal 29 

Masyarakat berhak untuk : 

a. melakukan pengawasan untuk mewujudkan tertib pelaksanaan jasa konstruksi; 
b. memperoleh penggantian yang layak atas kerugian yang dialami secara langsung sebagai akibat penyelenggaraan pekerjaan konstruksi. 

Pasal 30 

Masyarakat berkewajiban : 

a. menjaga ketertiban dan memenuhi ketentuan yang berlaku di bidang pelaksanaan jasa konstruksi; 
b. turut mencegah terjadinya pekerjaan konstruksi yang membahayakan kepentingan umum. 

Bagian Kedua Masyarakat Jasa Konstruksi Pasal 31 

(1) Masyarakat jasa konstruksi merupakan bagian dari masyarakat yang mempunyai kepentingan dan/atau kegiatan yang berhubungan dengan usaha dan pekerjaan jasa konstruksi. 

(2) Penyelenggaraan peran masyarakat jasa konstruksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui suatu forum jasa konstruksi. 

(3) Penyelenggaraan peran masyarakat jasa konstruksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam melaksanakan pengembangan jasa konstruksi dilakukan oleh suatu lembaga yang independen dan mandiri. 

*9556 Pasal 32 

(1) Forum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (2) terdiri atas unsur-unsur : 

a. asosiasi perusahaan jasa konstruksi; b. asosiasi profesi jasa konstruksi; c. asosiasi perusahaan barang dan jasa mitra usaha jasa konstruksi; d. masyarakat intelektual; e. organisasi kemasyarakatan yang berkaitan dan berkepentingan di bidang jasa konstruksi dan/atau yang mewakili konsumen jasa konstruksi; f. instansi Pemerintah; dan g. unsur-unsur lain yang dianggap perlu. 

(2) Forum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai kesempatan yang seluas-luasnya untuk berperan dalam upaya menumbuhkembangkan usaha jasa konstruksi nasional yang berfungsi untuk : 

a. menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat; b. membahas dan merumuskan pemikiran arah pengembangan jasa konstruksi nasional; c. tumbuh dan berkembangnya peran pengawasan masyarakat; d. memberi masukan kepada Pemerintah dalam merumuskan pengaturan, pemberdayaan, dan pengawasan. 

Pasal 33 

(1) Lembaga sebagaimana dimaksud pada Pasal 31 ayat (3) beranggotakan wakil-wakil dari: 

a. asosiasi perusahaan jasa konstruksi; b. asosiasi profesi jasa konstruksi; c. pakar dan perguruan tinggi yang berkaitan dengan bidang jasa konstruksi; dan d. instansi Pemerintah yang terkait. 

(2) Tugas lembaga sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah : 

a. melakukan atau mendorong penelitian dan pengembangan jasa konstruksi; b. menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan jasa konstruksi; c. melakukan registrasi tenaga kerja konstruksi, yang meliputi klasifikasi, kualifikasi dan sertifikasi keterampilan dan keahlian kerja; d. melakukan registrasi badan usaha jasa konstruksi; e. mendorong dan meningkatkan peran arbitrase, mediasi, dan penilai ahli di bidang jasa konstruksi. 

(3) Untuk mendukung kegiatannya, lembaga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat mengusahakan perolehan dana dari masyarakat jasa konstruksi yang *9557 berkepentingan. 

Pasal 34 

Ketentuan mengenai forum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 dan lembaga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. 

BAB VIII PEMBINAAN Pasal 35 

(1) Pemerintah melakukan pembinaan jasa konstruksi dalam bentuk pengaturan, pemberdayaan, dan pengawasan. 

(2) Pengaturan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan penerbitan peraturan perundang-undangan dan standar-standar teknis. 

(3) Pemberdayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap usaha jasa konstruksi dan masyarakat untuk menumbuhkembangkan kesadaran akan hak, kewajiban, dan perannya dalam pelaksanaan jasa konstruksi. 

(4) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap penyelenggaraan pekerjaan konstruksi untuk menjamin terwujudnya ketertiban jasa konstruksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 

(5) Pelaksanaan pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan bersama-sama dengan masyarakat jasa konstruksi. 

(6) Sebagian tugas pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilimpahkan kepada Pemerintah Daerah yang diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. 

BAB IX PENYELESAIAN SENGKETA Bagian Pertama Umum Pasal 36 

(1) Penyelesaian sengketa jasa konstruksi dapat ditempuh melalui pengadilan atau di luar pengadilan berdasarkan pilihan secara sukarela para pihak yang bersengketa. 

(2) Penyelesaian sengketa di luar pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku terhadap tindak pidana dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. 

(3) Jika dipilih upaya penyelesaian sengketa di luar pengadilan, gugatan melalui pengadilan hanya dapat ditempuh apabila upaya tersebut dinyatakan tidak berhasil oleh salah satu atau para pihak yang bersengketa. 

*9558 Bagian Kedua Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan Pasal 37 

(1) Penyelesaian sengketa jasa konstruksi di luar pengadilan dapat ditempuh untuk masalah-masalah yang timbul dalam kegiatan pengikatan dan penyelenggaraan pekerjaan konstruksi, serta dalam hal terjadi kegagalan bangunan. 

(2) Penyelesaian sengketa jasa konstruksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat menggunakan jasa pihak ketiga, yang disepakati oleh para pihak. 

(3) Pihak ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dibentuk oleh Pemerintah dan/atau masyarakat jasa konstruksi. 

Bagian Ketiga Gugatan Masyarakat Pasal 38 

(1) Masyarakat yang dirugikan akibat penyelenggaraan pekerjaan konstruksi berhak mengajukan gugatan ke pengadilan secara : 

a. orang perseorangan; b. kelompok orang dengan pemberian kuasa; c. kelompok orang tidak dengan kuasa melalui gugatan perwakilan. 

(2) Jika diketahui bahwa masyarakat menderita sebagai akibat penyelenggaraan pekerjaan konstruksi sedemikian rupa sehingga mempengaruhi peri kehidupan pokok masyarakat, Pemerintah wajib berpihak pada dan dapat bertindak untuk kepentingan masyarakat. 

Pasal 39 

Gugatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (1) adalah tuntutan untuk melakukan tindakan tertentu dan/atau tuntutan berupa biaya atau pengeluaran nyata, dengan tidak menutup kemungkinan tuntutan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 

Pasal 40 

Tata cara pengajuan gugatan masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (1) diajukan oleh orang perseorangan, kelompok orang, atau lembaga kemasyarakatan dengan mengacu kepada Hukum Acara Perdata. 

BAB X SANKSI Pasal 41 

Penyelenggara pekerjaan konstruksi dapat dikenai sanksi administratif dan/atau pidana atas pelanggaran Undang-undang ini. 

*9559 Pasal 42 

(1) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 yang dapat dikenakan kepada penyedia jasa berupa: 

a. peringatan tertulis; b. penghentian sementara pekerjaan konstruksi; c. pembatasan kegiatan usaha dan/atau profesi; d. pembekuan izin usaha dan/atau profesi; e. pencabutan izin usaha dan/atau profesi. 

(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 yang dapat dikenakan kepada pengguna jasa berupa : 

a. peringatan tertulis; b. penghentian sementara pekerjaan konstruksi; c. pembatasan kegiatan usaha dan/atau profesi; d. larangan sementara penggunaan hasil pekerjaan konstruksi; e. pembekuan izin pelaksanaan pekerjaan konstruksi; f. pencabutan izin pelaksanaan pekerjaan konstruksi. 

(3) Ketentuan mengenai tata laksana dan penerapan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. 

Pasal 43 

(1) Barang siapa yang melakukan perencanaan pekerjaan konstruksi yang tidak memenuhi ketentuan keteknikan dan mengakibatkan kegagalan pekerjaan konstruksi atau kegagalan bangunan dikenai pidana paling lama 5 (lima) tahun penjara atau dikenakan denda paling banyak 10% (sepuluh per seratus) dari nilai kontrak. 

(2) Barang siapa yang melakukan pelaksanaan pekerjaan konstruksi yang bertentangan atau tidak sesuai dengan ketentuan keteknikan yang telah ditetapkan dan mengakibatkan kegagalan pekerjaan konstruksi atau kegagalan bangunan dikenakan pidana paling lama 5 (lima) tahun penjara atau dikenakan denda paling banyak 5% (lima per seratus) dari nilai kontrak. 

(3) Barang siapa yang melakukan pengawasan pelaksanaan pekerjaan konstruksi dengan sengaja memberi kesempatan kepada orang lain yang melaksanakan pekerjaan konstruksi melakukan penyimpangan terhadap ketentuan keteknikan dan menyebabkan timbulnya kegagalan pekerjaan konstruksi atau kegagalan bangunan dikenai pidana paling lama 5 (lima) tahun penjara atau dikenakan denda paling banyak 10% (sepuluh per seratus) dari nilai kontrak. 

BAB XI KETENTUAN PERALIHAN Pasal 44 

(1) Ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur kegiatan jasa konstruksi yang telah ada sepanjang tidak *9560 bertentangan dengan Undang-undang ini, dinyatakan tetap berlaku sampai diadakan peraturan pelaksanaan yang baru berdasarkan Undang-undang ini. 

(2) Penyedia jasa yang telah memperoleh perizinan sesuai dengan bidang usahanya dalam waktu 1 (satu) tahun menyesuaikan dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini, terhitung sejak diundangkannya. 

BAB XII KETENTUAN PENUTUP Pasal 45 

Pada saat berlakunya Undang-undang ini, maka ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur hal yang sama dan bertentangan dengan ketentuan Undang-undang ini, dinyatakan tidak berlaku. 

Pasal 46 

Undang-undang ini mulai berlaku 1 (satu) tahun terhitung sejak diundangkan. 

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini, dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. 

Disahkan di Jakarta pada tanggal 7 Mei 1999 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 

ttd. BACHARUDDIN JUSUF HABIBIE 

Diundangkan di Jakarta pada tanggal 7 Mei 1999 MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA ttd. AKBAR TANDJUNG 

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1999 NOMOR 54 

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1999 TENTANG JASA KONSTRUKSI 


I. UMUM 

1. Dalam pembangunan nasional, jasa konstruksi mempunyai peranan penting dan strategis mengingat jasa konstruksi menghasilkan produk akhir berupa bangunan atau bentuk fisik lainnya, baik yang berupa prasarana maupun sarana yang berfungsi mendukung pertumbuhan dan perkembangan berbagai bidang, terutama bidang ekonomi, sosial, dan *9561 budaya untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang merata materiil dan spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Selain berperan mendukung berbagai bidang pembangunan, jasa konstruksi berperan pula untuk mendukung tumbuh dan berkembangnya berbagai industri barang dan jasa yang diperlukan dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi. 

2. Jasa konstruksi nasional diharapkan semakin mampu mengembangkan perannya dalam pembangunan nasional melalui peningkatan keandalan yang didukung oleh struktur usaha yang kokoh dan mampu mewujudkan hasil pekerjaan konstruksi yang berkualitas. 

Keandalan tersebut tercermin dalam daya saing dan kemampuan menyelenggarakan pekerjaan konstruksi secara lebih efisien dan efektif, sedangkan struktur usaha yang kokoh tercermin dengan terwujudnya kemitraan yang sinergis antar penyedia jasa, baik yang berskala besar, menengah, dan kecil, maupun yang berkualifikasi umum, spesialis, dan terampil, serta perlu diwujudkan pula ketertiban penyelenggaraan jasa konstruksi untuk menjamin kesetaraan kedudukan antara pengguna jasa dengan penyedia jasa dalam hak dan kewajiban. 

3. Dewasa ini, jasa konstruksi merupakan bidang usaha yang banyak diminati oleh anggota masyarakat di berbagai tingkatan sebagaimana terlihat dari makin besarnya jumlah perusahaan yang bergerak di bidang usaha jasa konstruksi. 

Peningkatan jumlah perusahaan ini ternyata belum diikuti dengan peningkatan kualifikasi dan kinerjanya, yang tercermin pada kenyataan bahwa mutu produk, ketepatan waktu pelaksanaan, dan efisiensi pemanfaatan sumber daya manusia, modal, dan teknologi dalam penyelenggaraan jasa konstruksi belum sebagaimana yang diharapkan. 

Hal ini disebabkan oleh karena persyaratan usaha serta persyaratan keahlian dan keterampilan belum diarahkan untuk mewujudkan keandalan usaha yang profesional. 

Dengan tingkat kualifikasi dan kinerja tersebut, pada umumnya pangsa pasar pekerjaan konstruksi yang berteknologi tinggi belum sepenuhnya dapat dikuasai oleh usaha jasa konstruksi nasional. 

Kesadaran hukum dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi perlu ditingkatkan, termasuk kepatuhan para pihak, yakni pengguna jasa dan penyedia jasa, dalam pemenuhan kewajibannya serta pemenuhan terhadap ketentuan yang terkait dengan aspek keamanan, keselamatan, kesehatan, dan lingkungan, agar dapat mewujudkan bangunan yang berkualitas dan mampu berfungsi sebagaimana yang direncanakan. Di sisi lain, kesadaran masyarakat akan manfaat dan arti penting jasa konstruksi masih perlu ditumbuhkembangkan agar mampu mendukung terwujudnya ketertiban dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi secara optimal. 

Kondisi jasa konstruksi nasional dewasa ini sebagaimana *9562 tercermin dalam uraian tersebut di atas disebabkan oleh dua faktor: 

a. faktor internal, yakni: 1) pada umumnya jasa konstruksi nasional masih mempunyai kelemahan dalam manajemen, penguasaan teknologi, dan permodalan, serta keterbatasan tenaga ahli dan tenaga terampil; 2) struktur usaha jasa konstruksi nasional belum tertata secara utuh dan kokoh yang tercermin dalam kenyataan belum terwujudnya kemitraan yang sinergis antar penyedia jasa dalam berbagai klasifikasi dan/atau kualifikasi; 


b. faktor eksternal, yakni: 

1) kekurangsetaraan hubungan kerja antara pengguna jasa dan penyedia jasa; 

2) belum mantapnya dukungan berbagai sektor secara langsung maupun tidak langsung yang mempengaruhi kinerja dan keandalan jasa konstruksi nasional, antara lain akses kepada permodalan, pengembangan profesi keahlian dan profesi keterampilan, ketersediaan bahan dan komponen bangunan yang standar; 

3) belum tertatanya pembinaan jasa konstruksi secara nasional, masih bersifat parsial dan sektoral. 

Dengan segala keterbatasan dan kelemahan yang dimilikinya, dalam dua dasa warsa terakhir, jasa konstruksi nasional telah menjadi salah satu potensi Pembangunan Nasional dalam mendukung perluasan lapangan usaha dan kesempatan kerja serta peningkatan penerimaan negara. Dengan demikian potensi jasa konstruksi nasional ini perlu ditumbuhkembangkan agar lebih mampu berperan dalam pembangunan nasional. 

4) Sejalan dengan meningkatnya tuntutan masyarakat akan perluasan cakupan, kualitas hasil maupun tertib pembangunan, telah membawa konsekuensi meningkatnya kompleksitas pekerjaan konstruksi, tuntutan efisiensi, tertib penyelenggaraan, dan kualitas hasil pekerjaan konstruksi. Selain itu, tata ekonomi dunia telah mengamanatkan hubungan kerja sama ekonomi internasional yang semakin terbuka dan memberikan peluang yang semakin luas bagi jasa konstruksi nasional. 

Kedua fenomena tersebut merupakan tantangan bagi jasa konstruksi nasional untuk meningkatkan kinerjanya agar mampu bersaing secara profesional dan mampu menghadapi dinamika perkembangan pasar dalam dan luar negeri. 

5) Peningkatan kemampuan usaha jasa konstruksi nasional memerlukan iklim usaha yang kondusif, yakni : 

a terbentuknya kepranataan usaha, meliputi : 

1 persyaratan usaha yang mengatur klasifikasi dan *9563 kualifikasi perusahaan jasa konstruksi; 2 standard klasifikasi dan kualifikasi keahlian dan keterampilan yang mengatur bidang dan tingkat kemampuan orang perseorangan yang bekerja pada perusahaan jasa konstruksi ataupun yang melakukan usaha orang perseorangan; 3 tanggung jawab profesional yakni penegasan atas tanggung jawab terhadap hasil pekerjaannya; 

b terwujudnya perlindungan bagi pekerja konstruksi yang meliputi: 

1 kesehatan dan keselamatan kerja, serta jaminan sosial; 2 terselenggaranya proses pengikatan yang terbuka dan adil, yang dilandasi oleh persaingan yang sehat; 

6) pemenuhan kontrak kerja konstruksi yang dilandasi prinsip kesetaraan kedudukan antarpihak dalam hak dan kewajiban dalam suasana hubungan kerja yang bersifat terbuka, timbal balik, dan sinergis yang memungkinkan para pihak untuk mendudukkan diri pada fungsi masing-masing secara konsisten; 


b. dukungan pengembangan usaha, meliputi: 1) tersedianya permodalan termasuk pertanggungan yang sesuai dengan karakteristik usaha jasa konstruksi; 2) terpenuhinya ketentuan tentang jaminan mutu; 3) berfungsinya asosiasi perusahaan dan asosiasi profesi dalam memenuhi kepentingan anggotanya termasuk memperjuangkan ketentuan imbal jasa yang adil; 


c. berkembangnya partisipasi masyarakat, yakni: timbulnya kesadaran masyarakat akan mendorong terwujudnya tertib jasa konstruksi serta mampu untuk mengaktualisasikan hak dan kewajibannya; 


d. terselenggaranya pengaturan, pemberdayaan, dan pengawasan yang dilakukan oleh Pemerintah dan/atau Masyarakat Jasa Konstruksi bagi para pihak dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi agar mampu memenuhi berbagai ketentuan yang dipersyaratkan ataupun kewajiban-kewajiban yang diperjanjikan; 


e. perlunya Masyarakat Jasa Konstruksi dengan unsur asosiasi perusahaan dan asosiasi profesi membentuk lembaga untuk pengembangan jasa konstruksi. 

6. Untuk meningkatkan pemberdayaan potensi nasional secara optimal dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi, pengguna jasa dan penyedia jasa perlu mengutamakan penggunaan jasa dan barang produksi nasional/dalam negeri sebagaimana diamanatkan oleh Undang-undang mengenai usaha kecil. 

7. Untuk mengembangkan jasa konstruksi sebagaimana telah diuraikan di atas memerlukan pengaturan jasa konstruksi *9564 yang terencana, terarah, terpadu, dan menyeluruh dalam bentuk Undang-undang sebagai landasan hukum. 

8. Undang-undang tentang Jasa Konstruksi mengatur tentang ketentuan umum, usaha jasa konstruksi, pengikatan pekerjaan konstruksi, penyelenggaraan pekerjaan konstruksi, kegagalan bangunan, peran masyarakat, pembinaan, penyelesaian sengketa, sanksi, ketentuan peralihan, dan ketentuan penutup. 

Pengaturan tersebut dilandasi oleh asas kejujuran dan keadilan, manfaat, keserasian, keseimbangan, kemandirian, keterbukaan, kemitraan, serta keamanan dan keselamatan demi kepentingan masyarakat, bangsa, dan negara. 

9. Dengan Undang-undang tentang Jasa Konstruksi ini, maka semua penyelenggaraan jasa konstruksi yang dilakukan di Indonesia oleh pengguna jasa dan penyedia jasa, baik nasional maupun asing, wajib mematuhi seluruh ketentuan yang tercantum dalam Undang-undang tentang Jasa Konstruksi. 

10. Undang-undang tentang Jasa Konstruksi ini menjadi landasan untuk menyesuaikan ketentuan yang tercantum dalam peraturan perundang-undangan lainnya yang terkait yang tidak sesuai. Undang-undang ini mempunyai hubungan komplementaritas dengan peraturan perundang-undangan lainnya, antara lain: 

a. Undang-undang yang mengatur tentang keselamatan kerja; b. Undang-undang yang mengatur tentang wajib daftar perusahaan; c. Undang-undang yang mengatur tentang perindustrian; d. Undang-undang yang mengatur tentang ketenagalistrikan; e. Undang-undang yang mengatur tentang kamar dagang dan industri; f. Undang-undang yang mengatur tentang kesehatan kerja; g. Undang-undang yang mengatur tentang usaha perasuransian; h. Undang-undang yang mengatur tentang jaminan sosial tenaga kerja; i. Undang-undang yang mengatur tentang perseroan terbatas; j. Undang-undang yang mengatur tentang usaha kecil; k. Undang-undang yang mengatur tentang hak cipta; l. Undang-undang yang mengatur tentang paten; m. Undang-undang yang mengatur tentang merek; n. Undang-undang yang mengatur tentang pengelolaan lingkungan hidup; o. Undang-undang yang mengatur tentang ketenagakerjaan; p. Undang-undang yang mengatur tentang perbankan; q. Undang-undang yang mengatur tentang perlindungan konsumen; r. Undang-undang yang mengatur tentang larangan *9565 praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat; s. Undang-undang yang mengatur tentang arbitrase dan alternatif pilihan penyelesaian sengketa; t. Undang-undang yang mengatur tentang penataan ruang. 

PASAL DEMI PASAL 

Pasal 1 

Angka 1 Dalam jasa konstruksi terdapat 2 (dua) pihak yang mengadakan hubungan kerja berdasarkan hukum yakni pengguna jasa dan penyedia jasa. 

Angka 2 Pekerjaan arsitektural mencakup antara lain : pengolahan bentuk dan masa bangunan berdasarkan fungsi serta persyaratan yang diperlukan setiap pekerjaan konstruksi. Pekerjaan sipil mencakup antara lain : pembangunan pelabuhan, bandar udara, jalan kereta api, pengamanan pantai, saluran irigasi/kanal, bendungan, terowongan, gedung, jalan dan jembatan, reklamasi rawa, pekerjaan pemasangan perpipaan, pekerjaan pemboran, dan pembukaan lahan. Pekerjaan mekanikal dan elektrikal merupakan pekerjaan pemasangan produk-produk rekayasa industri. Pekerjaan mekanikal mencakup antara lain : pemasangan turbin, pendirian dan pemasangan instalasi pabrik, kelengkapan instalasi bangunan, pekerjaan pemasangan perpipaan air, minyak, dan gas. Pekerjaan elektrikal mencakup antara lain: pembangunan jaringan transmisi dan distribusi kelistrikan, pemasangan instalasi kelistrikan, telekomunikasi beserta kelengkapannya. Pekerjaan tata lingkungan mencakup antara lain: pekerjaan pengolahan dan penataan akhir bangunan maupun lingkungannya. Bangunan adalah wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi yang menyatu dengan tempat kedudukan baik yang ada di atas, di bawah tanah dan/atau air. Dalam pengertian menyatu dengan tempat kedudukan terkandung makna bahwa proses penyatuannya dilakukan melalui penyelenggaraan pekerjaan konstruksi. Pengertian menyatu dengan tempat kedudukan tersebut dalam pelaksanaannya perlu memperhatikan adanya asas pemisahan horisontal dalam pemilikan hak atas tanah terhadap bangunan yang ada di atasnya, sebagaimana asas hukum yang dianut dalam Undang-undang mengenai agraria. 

Hasil pekerjaan konstruksi ini dapat juga dalam bentuk fisik lain, antara lain : dokumen, gambar rencana, gambar teknis, tata ruang dalam (interior), dan tata ruang luar (exterior), atau penghancuran bangunan (demolition). 

Angka 3 Pengertian orang perseorangan adalah warga negara, baik Indonesia maupun asing. Pengertian badan adalah badan usaha dan bukan badan usaha, baik Indonesia maupun asing. Badan usaha dapat berbentuk badan hukum, antara lain, Perseroan Terbatas (PT), Koperasi, atau bukan badan hukum, *9566 antara lain: CV, Firma. Badan yang bukan badan usaha berbentuk badan hukum, antara lain instansi dan lembaga-lembaga Pemerintah. Pemilik pekerjaan/proyek adalah orang perseorangan atau badan yang memiliki pekerjaan/proyek yang menyediakan dana dan bertanggung jawab di bidang dana. 

Angka 4 Pengertian orang perseorangan dan badan usaha, penjelasannya sama dengan penjelasan pada angka 3. Dalam pelaksanaan pekerjaan konstruksi penyedia jasa dapat berfungsi sebagai subpenyedia jasa dari penyedia jasa lainnya yang berfungsi sebagai penyedia jasa utama. 

Angka 5 Cukup jelas 

Angka 6 Kesalahan penyedia jasa adalah perbuatan yang dilakukan secara sadar dan direncanakan atau akibat ketidaktahuan atau kealpaan yang menyimpang dari kontrak kerja konstruksi sehingga menimbulkan kerugian. 

Kesalahan pengguna jasa adalah perbuatan yang disebabkan karena pengelolaan bangunan yang tidak sesuai dengan fungsinya. 

Angka 7 Cukup jelas 

Angka 8 Cukup jelas 

Angka 9 Cukup jelas 

Angka 10 Cukup jelas 

Angka 11 Cukup jelas 

Pasal 2 

Asas Kejujuran dan Keadilan Asas Kejujuran dan Keadilan mengandung pengertian kesadaran akan fungsinya dalam penyelenggaraan tertib jasa konstruksi serta bertanggung jawab memenuhi berbagai kewajiban guna memperoleh haknya. 

Asas Manfaat Asas Manfaat mengandung pengertian bahwa segala kegiatan jasa konstruksi harus dilaksanakan berlandaskan pada prinsip-prinsip profesionalitas dalam kemampuan dan tanggung jawab, efisiensi dan efektifitas yang dapat menjamin terwujudnya nilai tambah yang optimal bagi para pihak dalam penyelenggaraan jasa konstruksi dan bagi kepentingan nasional. 

Asas Keserasian *9567 Asas Keserasian mengandung pengertian harmoni dalam interaksi antara pengguna jasa dan penyedia jasa dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi yang berwawasan lingkungan untuk menghasilkan produk yang berkualitas dan bermanfaat tinggi. 

Asas Keseimbangan Asas Keseimbangan mengandung pengertian bahwa penyelenggaraan pekerjaan konstruksi harus berlandaskan pada prinsip yang menjamin terwujudnya keseimbangan antara kemampuan penyedia jasa dan beban kerjanya. Pengguna jasa dalam menetapkan penyedia jasa wajib mematuhi asas ini, untuk menjamin terpilihnya penyedia jasa yang paling sesuai, dan di sisi lain dapat memberikan peluang pemerataan yang proporsional dalam kesempatan kerja pada penyedia jasa. 

Asas Kemandirian Asas Kemandirian mengandung pengertian tumbuh dan berkembangnya daya saing jasa konstruksi nasional. 

Asas Keterbukaan Asas Keterbukaan mengandung pengertian ketersediaan informasi yang dapat diakses sehingga memberikan peluang bagi para pihak, terwujudnya transparansi dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi yang memungkinkan para pihak dapat melaksanakan kewajiban secara optimal dan kepastian akan hak dan untuk memperolehnya serta memungkinkan adanya koreksi sehingga dapat dihindari adanya berbagai kekurangan dan penyimpangan. 

Asas Kemitraan Asas Kemitraan mengandung pengertian hubungan kerja para pihak yang harmonis, terbuka, bersifat timbal balik, dan sinergis. 

Asas Keamanan dan Keselamatan Asas Keamanan dan Keselamatan mengandung pengertian terpenuhinya tertib penyelenggaraan jasa konstruksi, keamanan lingkungan dan keselamatan kerja, serta pemanfaatan hasil pekerjaan konstruksi dengan tetap memperhatikan kepentingan umum. 

Pasal 3 

Huruf a Jasa konstruksi mempunyai peranan penting dan strategis dalam sistem pembangunan nasional, untuk mendukung berbagai bidang kehidupan masyarakat dan menumbuhkembangkan berbagai industri barang dan jasa yang diperlukan dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi. 

Huruf b Cukup jelas 

Huruf c. Peran masyarakat meliputi baik peran yang bersifat langsung sebagai penyedia jasa, pengguna jasa, dan pemanfaat hasil pekerjaan konstruksi, maupun peran sebagai warganegara yang berkewajiban turut melaksanakan pengawasan untuk menegakkan ketertiban penyelenggaraan pembangunan jasa konstruksi dan *9568 melindungi kepentingan umum. 

Pasal 4 

Ayat (1) Cukup jelas 

Ayat (2) Pekerjaan perencanaan konstruksi dapat dilakukan dalam satu paket kegiatan mulai dari studi pengembangan sampai dengan penyusunan dokumen kontrak kerja konstruksi atau perbagian dari kegiatan. Studi pengembangan mencakup studi insepsion, studi fisibilitas, penyusunan kerangka usulan. 

Ayat (3) Pekerjaan pelaksanaan konstruksi dapat diadakan dalam satu paket kegiatan mulai dari penyiapan lapangan sampai dengan hasil akhir pekerjaan atau per bagian kegiatan. 

Ayat (4) Cukup jelas 

Pasal 5 

Ayat (1) Cukup jelas 

Ayat (2) Pembatasan pekerjaan yang boleh dilakukan oleh orang perseorangan dimaksudkan untuk memberikan perlindungan terhadap para pihak maupun masyarakat atas risiko pekerjaan konstruksi. 

Ayat (3) Cukup jelas 

Ayat (4) Cukup jelas 

Pasal 6 

Cukup jelas 

Pasal 7 

Cukup jelas 

Pasal 8 

a. Fungsi perizinan yang mempunyai fungsi publik, dimaksudkan untuk melindungi masyarakat dalam usaha dan/atau pekerjaan jasa konstruksi. 


b. Standar klasifikasi dan kualifikasi keahlian kerja adalah pengakuan tingkat keahlian kerja setiap badan usaha baik nasional maupun asing yang bekerja di bidang usaha jasa konstruksi. Pengakuan tersebut diperoleh melalui ujian yang dilakukan oleh badan/lembaga yang ditugasi untuk melaksanakan tugas-tugas tersebut. Proses untuk mendapatkan pengakuan tersebut dilakukan melalui kegiatan registrasi, yang meliputi : *9569 klasifikasi, kualifikasi, dan sertifikasi. Dengan demikian hanya badan usaha yang memiliki sertifikat tersebut yang diizinkan untuk bekerja di bidang usaha jasa konstruksi. 

Penyelenggaraan jasa konstruksi berskala kecil pada dasarnya melibatkan pengguna jasa dan penyedia jasa orang perseorangan atau usaha kecil. 

Untuk tertib penyelenggaraan jasa konstruksi ketentuan yang menyangkut keteknikan misalnya sertifikasi tenaga ahli harus tetap dipenuhi secara bertahap tergantung kondisi setempat. Namun penerapan ketentuan perikatan dapat disederhanakan dan pemilihan penyedia jasa dapat dilakukan dengan cara pemilihan langsung atau penunjukkan langsung sesuai ketentuan Pasal 17 ayat (3). 

Pasal 9 

(ayat 1, ayat 2, ayat 3 dan ayat 4) 

a. Standar klasifikasi dan kualifikasi keterampilan kerja dan keahlian kerja adalah pengakuan tingkat keterampilan kerja dan keahlian kerja setiap orang yang bekerja di bidang usaha jasa konstruksi ataupun yang bekerja orang perseorangan. 

Pengakuan tersebut diperoleh melalui ujian yang dilakukan oleh badan/lembaga yang ditugasi untuk melaksanakan tugas-tugas tersebut. Proses untuk mendapatkan pengakuan tersebut dilakukan melalui kegiatan registrasi yang meliputi : klasifikasi, kualifikasi dan sertifikasi. Dengan demikian hanya orang perseorangan yang memiliki sertifikat tersebut yang diizinkan untuk bekerja di bidang usaha jasa konstruksi. 


b. Standardisasi klasifikasi dan kualifikasi keterampilan dan keahlian kerja bertujuan untuk terwujudnya standar produktivitas kerja dan mutu hasil kerja dengan memperhatikan standard imbal jasa, serta kode etik profesi untuk mendorong tumbuh dan berkembangnya tanggung jawab profesional. 


c. Pelaksanaan ketentuan sertifikasi khususnya ayat (4) dilaksanakan secara bertahap sesuai dengan kondisi tenaga kerja konstruksi nasional dan tingkat kemampuan upaya pemberdayaannya. 

Pasal 10 

Cukup jelas 

Pasal 11 

Ayat (1) Cukup jelas 

Ayat (2) Cukup jelas 

*9570 Ayat (3) Mekanisme pertanggungan dimaksud dapat dilakukan melalui antara lain sistem asuransi. Di samping itu untuk memenuhi pertanggungjawaban kepada pengguna jasa, dikenakan sanksi administratif yang menyangkut profesi. 

Pasal 12 

Ayat (1) Dengan pendekatan ini diharapkan terwujud restrukturisasi bidang usaha jasa konstruksi yang menunjang efisiensi usaha, karena kemampuan penyedia jasa baik dalam skala usaha maupun kualifikasi usaha akan saling mengisi dalam kemitraan yang sinergis dan komplementer, karena saling memerlukan, yang dalam hubungan transaksionalnya dilandasi oleh kesetaraan dalam hak dan kewajiban. 

Ayat (2) Dalam pengembangan usaha tersebut, dimungkinkan tumbuhnya jasa antara lain dalam bentuk manajemen proyek, manajemen konstruksi, serta bentuk jasa lain sesuai dengan tuntutan dan pertumbuhan dunia jasa konstruksi. 

Ayat (3) Sama dengan penjelasan ayat (2). 

Pasal 13 

Pendanaan berupa modal untuk investasi dan modal kerja dapat diperoleh melalui lembaga keuangan yang terdiri dari bank atau bukan bank sebagai mitra usaha. 

Untuk mengatasi risiko yang timbul dan tanggung jawab hukum kepada pihak lain dapat ditempuh melalui pertanggungan dengan mitra usaha antara lain : Jaminan penawaran, jaminan pelaksanaan, jaminan uang muka, jaminan sosial tenaga kerja, Construction All Risk Insurance, Professional Liability Insurance, Professional Indemnity Insurance. 

Di samping itu jasa konstruksi juga memerlukan dukungan sumber informasi mengenai ketersediaan peralatan, bahan dan komponen bangunan. 

Pasal 14 

Cukup jelas 

Pasal 15 

Ayat (1) Yang dimaksud dengan "wakil" adalah orang perseorangan atau badan yang diberi kuasa secara hukum untuk bertindak mewakili kepentingan pengguna jasa secara penuh atau terbatas dalam hubungannya dengan penyedia jasa. Penunjukan wakil tersebut tidak melepaskan tanggung jawab pengguna jasa atas semua kewajiban dalam pekerjaan konstruksi yang harus dipenuhi kepada penyedia jasa. 

Ayat (2) Cukup jelas 

*9571 Ayat (3) Yang dimaksud dengan "bukti kemampuan membayar dalam bentuk lain" antara lain jaminan dalam bentuk barang bergerak dan/atau tidak bergerak. 

Ayat (4) Cukup jelas 

Ayat (5) Yang dimaksud dengan "kelengkapan yang dipersyaratkan" adalah berbagai surat keterangan dan izin yang harus dimiliki oleh pengguna jasa yang diperlukan untuk melaksanakan pekerjaan konstruksi. 

Pasal 16 

Ayat (1) Cukup jelas 

Ayat (2) Cukup jelas 

Ayat (3) Penggabungan ketiga fungsi tersebut dikenal antara lain dalam model penggabungan perencanaan, pengadaan, dan pembangunan (engineering, procurement, and construction) serta model penggabungan perencanaan dan pembangunan (design and build) dengan tetap menjamin terwujudnya efisiensi. 

Pekerjaan konstruksi yang dilaksanakan pada umumnya bersifat kompleks, memerlukan teknologi canggih serta berisiko besar seperti: pembangunan kilang minyak, pembangkit tenaga listrik, dan reaktor nuklir. 

Dalam pemilihan penyedia jasa untuk pekerjaan tersebut di atas, tetap diwajibkan mengikuti ketentuan pengikatan sebagaimana diatur dalam Pasal 17. 

Pasal 17 

Ayat (1) Pengikatan merupakan suatu proses yang ditempuh oleh pengguna jasa dan penyedia jasa pada kedudukan yang sejajar dalam mencapai suatu kesepakatan untuk melaksanakan pekerjaan konstruksi. Dalam setiap tahapan proses ditetapkan hak dan kewajiban masing-masing pihak yang adil dan serasi yang disertai dengan sanksi. Prinsip persaingan yang sehat mengandung pengertian, antara lain: diakuinya kedudukan yang sejajar antara pengguna jasa dan penyedia jasa; terpenuhinya ketentuan asas keterbukaan dalam proses pemilihan dan penetapan; adanya peluang keikutsertaan dalam setiap tahapan persaingan yang sehat bagi penyedia jasa sesuai dengan kemampuan dan ketentuan yang dipersyaratkan; keseluruhan pengertian tentang prinsip persaingan yang sehat tersebut dalam huruf a, b, dan c dituangkan dalam dokumen yang jelas, lengkap, dan diketahui dengan baik oleh semua pihak serta bersifat mengikat. *9572 Dengan pemilihan atas dasar prinsip persaingan yang sehat, pengguna jasa mendapatkan penyedia jasa yang andal dan mempunyai kemampuan untuk menghasilkan rencana konstruksi ataupun bangunan yang berkualitas sesuai dengan jangka waktu dan biaya yang ditetapkan. Di sisi lain merupakan upaya untuk menciptakan iklim usaha yang mendukung tumbuh dan berkembangnya penyedia jasa yang semakin berkualitas dan mampu bersaing. Pemilihan yang didasarkan atas persaingan yang sehat dilakukan secara umum, terbatas, ataupun langsung. Dalam pelelangan umum setiap penyedia jasa yang memenuhi kualifikasi yang diminta dapat mengikutinya. 

Ayat (2) Cukup jelas 

Ayat (3) Keadaan tertentu antara lain meliputi : 

1. penanganan darurat untuk keamanan dan keselamatan masyarakat; 

2. pekerjaan yang kompleks yang hanya dapat dilaksanakan oleh penyedia jasa yang sangat terbatas atau hanya dapat dilakukan oleh pemegang hak; 

3. pekerjaan yang perlu dirahasiakan, yang menyangkut keamanan dan keselamatan negara; 

4. pekerjaan yang berskala kecil. 

Ayat (4) Pertimbangan antarkesesuaian bidang serta keseimbangan antara kemampuan dan beban kerja serta kinerja penyedia jasa dimaksudkan agar penyedia jasa yang terpilih betul-betul memiliki kualifikasi dan klasifikasi sebagaimana yang diminta serta memiliki kemampuan nyata untuk melaksanakan pekerjaan. 

Ayat (5) Cukup jelas 

Ayat (6) Cukup jelas 

Pasal 18 

Ayat (1) 

Huruf a Cukup jelas Huruf b Cukup jelas 

Ayat (2) Yang dimaksud dengan "prinsip keahlian dalam menyusun dokumen penawaran" adalah dengan mengindahkan prinsip profesionalisme, kesesuaian, dan pemenuhan ketentuan sebagaimana tersebut dalam dokumen pemilihan dan dokumen tersebut dapat dipertanggung jawabkan. 

Ayat (3) Yang dimaksud dengan "mengikat", adalah bahwa materi yang tercantum dalam dokumen penawaran yang disampaikan penyedia *9573 jasa, atau dokumen pemilihan yang diterbitkan oleh pengguna jasa tidak diperkenankan diubah secara sepihak sejak penyampaian dokumen penawaran sampai dengan penetapan secara tertulis. 

Ayat (4) Cukup jelas 

Pasal 19 

Cukup jelas 

Pasal 20 

Yang dimaksud dengan "perusahaan terafiliasi" adalah perusahaan yang saham mayoritasnya dimiliki oleh satu perusahaan induk. Pemberian pekerjaan kepada penyedia jasa yang terafiliasi dengan pengguna jasa tersebut dapat dibenarkan apabila pemilihannya didasarkan pada proses pelelangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17. 

Pasal 21 

Ayat (1) Pada dasarnya subpenyedia jasa adalah penyedia jasa. Oleh karena itu sebagaimana perlakuan terhadap penyedia jasa yang berfungsi sebagai penyedia jasa utama, subpenyedia jasa mempunyai kewajiban yang sama dalam keikutsertaan untuk melaksanakan pekerjaan konstruksi melalui persaingan yang sehat sesuai dengan kemampuan dan ketentuan yang dipersyaratkan. 

Ayat (2) Cukup jelas 

Pasal 22 

Ayat (1) Cukup jelas 

Ayat (2) 

Huruf a Yang dimaksud dengan "identitas para pihak" adalah nama, alamat, kewarganegaraan, wewenang penandatanganan, dan domisili. 

Huruf b Lingkup kerja meliputi hal-hal berikut. Volume pekerjaan, yakni besaran pekerjaan yang harus dilaksanakan termasuk volume pekerjaan tambah atau kurang. Dalam mengadakan perubahan volume pekerjaan, perlu ditetapkan besaran perubahan volume yang tidak memerlukan persetujuan para pihak terlebih dahulu. Bagi pekerjaan perencanaan dan pengawasan, lingkup pekerjaan dapat berupa laporan hasil pekerjaan konstruksi yang wajib dipertanggungjawabkan yang merupakan hasil kemajuan pekerjaan yang dituangkan dalam bentuk dokumen tertulis. Persyaratan administrasi, yakni prosedur yang harus dipenuhi oleh para pihak dalam mengadakan interaksi. Persyaratan teknik, yakni ketentuan keteknikan yang wajib dipenuhi oleh penyedia jasa. *9574 Pertanggungan atau jaminan yang merupakan bentuk perlindungan antara lain untuk pelaksanaan pekerjaan, penerimaan uang muka, kecelakaan bagi tenaga kerja dan masyarakat. Perlindungan tersebut dapat berupa antara lain asuransi atau jaminan yang diterbitkan oleh bank atau lembaga bukan bank. Laporan hasil pekerjaan konstruksi, yakni hasil kemajuan pekerjaan yang dituangkan dalam bentuk dokumen tertulis. Nilai pekerjaan, yakni jumlah besaran biaya yang akan diterima oleh penyedia jasa untuk pelaksanaan keseluruhan lingkup pekerjaan. Batasan waktu pelaksanaan adalah jangka waktu untuk menyelesaikan keseluruhan lingkup pekerjaan termasuk masa pemeliharaan. 

Huruf c dan d Cukup jelas 

Huruf e Yang dimaksud dengan "informasi" adalah dokumen yang lengkap dan benar yang harus disediakan pengguna jasa bagi penyedia jasa agar dapat melakukan pekerjaan sesuai dengan tugas dan kewajibannya. Dokumen tersebut, antara lain, meliputi izin mendirikan bangunan dan dokumen penyerahan penggunaan lapangan untuk bangunan beserta fasilitasnya. 

Huruf f Pembayaran dapat dilaksanakan secara berkala, atau atas dasar persentase tingkat kemajuan pelaksanaan pekerjaan, atau cara pembayaran yang dilakukan sekaligus setelah proyek selesai. 

Huruf g Cidera janji adalah suatu keadaan apabila salah satu pihak dalam kontrak kerja konstruksi: 1) tidak melakukan apa yang diperjanjikan; dan/atau 2) melaksanakan apa yang diperjanjikan, tetapi tidak sesuai dengan yang diperjanjikan; dan/atau 3) melakukan apa yang diperjanjikan, tetapi terlambat; dan/atau 4) melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya. 

Yang dimaksud dengan tanggung jawab, antara lain, berupa pemberian kompensasi, penggantian biaya dan atau perpanjangan waktu, perbaikan atau pelaksanaan ulang hasil pekerjaan yang tidak sesuai dengan apa yang diperjanjikan, atau pemberian ganti rugi. 

Huruf h Penyelesaian perselisihan memuat ketentuan tentang tatacara penyelesaian perselisihan yang diakibatkan antara lain oleh ketidaksepakatan dalam hal pengertian, penafsiran, atau pelaksanaan berbagai ketentuan dalam kontrak kerja konstruksi serta ketentuan tentang tempat dan cara penyelesaian. Penyelesaian perselisihan ditempuh melalui antara lain musyawarah, mediasi, arbitrase, ataupun pengadilan. 

*9575 Huruf i Cukup jelas 

Huruf j Keadaan memaksa mencakup: 1) keadaan memaksa yang bersifat mutlak (absolut) yakni bahwa para pihak tidak mungkin melaksanakan hak dan kewajibannya; 2) keadaan memaksa yang bersifat tidak mutlak (relatif), yakni bahwa para pihak masih dimungkinkan untuk melaksanakan hak dan kewajibannya; 

Risiko yang diakibatkan oleh keadaan memaksa dapat diperjanjikan oleh para pihak, antara lain, melalui lembaga pertanggungan (asuransi). 

Huruf l Perlindungan pekerja disesuaikan dengan ketentuan undang-undang mengenai keselamatan dan kesehatan kerja, serta undang-undang mengenai jaminan sosial tenaga kerja. 

Huruf m Aspek lingkungan mengikuti ketentuan undang-undang mengenai pengelolaan lingkungan hidup. 

Ayat (3) Kekayaan intelektual adalah hasil inovasi perencana konstruksi dalam suatu pelaksanaan kontrak kerja konstruksi baik bentuk hasil akhir perencanaan dan/atau bagian-bagiannya yang kepemilikannya dapat diperjanjikan. 

Penggunaan hak atas kekayaan intelektual yang sudah dipatenkan harus dilindungi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 

Ayat (4) Yang dimaksud dengan "insentif" adalah penghargaan yang diberikan kepada penyedia jasa atas prestasinya, antara lain, kemampuan menyelesaikan pekerjaan lebih awal daripada yang diperjanjikan dengan tetap menjaga mutu sesuai dengan yang dipersyaratkan. Insentif dapat berupa uang ataupun bentuk lainnya. 

Ayat (5) Cukup jelas 

Ayat (6) Cukup jelas 

Ayat (7) Cukup jelas 

Ayat (8) Cukup jelas 

Pasal 23 

Ayat (1) Tahapan dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi adalah perencanaan yang meliputi : prastudi kelayakan, studi *9576 kelayakan, perencanaan umum, dan perencanaan teknik; serta pelaksanaan beserta pengawasannya yang meliputi : pelaksanaan fisik, pengawasan, uji coba, dan penyerahan bangunan. 

Kegiatan dalam setiap tahap penyelenggaraan pekerjaan konstruksi meliputi: 

a. penyiapan, yaitu kegiatan awal penyelenggaraan pekerjaan konstruksi untuk memenuhi berbagai persyaratan yang diperlukan dalam memulai pekerjaan perencanaan atau pelaksanaan fisik dan pengawasan; 


b. pengerjaan, yaitu: 1) dalam tahap perencanaan, merupakan serangkaian kegiatan yang menghasilkan berbagai laporan tentang tingkat kelayakan, rencana umum/induk, dan rencana teknis; 2) dalam tahap pelaksanaan, merupakan serangkaian kegiatan pelaksanaan fisik beserta pengawasannya yang menghasilkan bangunan; 


c. pengakhiran, yaitu kegiatan untuk menyelesaikan penyelenggaraan pekerjaan konstruksi. 1) dalam tahap perencanaan, dengan disetujuinya laporan akhir dan dilaksanakannya pembayaran akhir; 2) dalam tahap pelaksanaan dan pengawasan, dengan dilakukannya penyerahan akhir bangunan dan dilaksanakannya pembayaran akhir. 

Ayat (2) Ketentuan tentang keteknikan meliputi : standar konstruksi bangunan, standar mutu hasil pekerjaan, standar mutu bahan dan atau komponen bangunan, dan standar mutu peralatan. Ketentuan tentang ketenagakerjaan meliputi : persyaratan standar keahlian dan keterampilan yang meliputi bidang dan tingkat keahlian serta keterampilan yang diperlukan dalam pelaksanaan pekerjaan konstruksi. 

Ayat (3) Kewajiban para pihak dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi : 

a. Dalam kegiatan penyiapan : 1. pengguna jasa, antara lain : a) menyerahkan dokumen lapangan untuk pelaksanaan konstruksi, dan fasilitas sebagaimana ditentukan dalam kontrak kerja konstruksi; b) membayar uang muka atas penyerahan jaminan uang muka dari penyedia jasa apabila diperjanjikan. 2. penyedia jasa, antara lain : a) menyampaikan usul rencana kerja dan penanggung jawab pekerjaan untuk mendapatkan persetujuan pengguna jasa; b) memberikan jaminan uang muka kepada pengguna jasa apabila diperjanjikan; c) mengusulkan calon subpenyedia jasa dan pemasok untuk mendapatkan persetujuan pengguna *9577 jasa apabila diperjanjikan. 


b. Dalam kegiatan pengerjaan : 1. pengguna jasa, antara lain : memenuhi tanggung jawabnya sesuai dengan kontrak kerja dan menanggung semua risiko atas ketidakbenaran permintaan, ketetapan yang dimintanya/ditetapkannya yang tertuang dalam kontrak kerja; 

2. penyedia jasa, antara lain: mempelajari, meneliti kontrak kerja, dan melaksanakan sepenuhnya semua materi kontrak kerja baik teknik dan administrasi, dan menanggung segala risiko akibat/kelalaiannya. 


c. Dalam kegiatan pengakhiran : 1. pengguna jasa, antara lain : memenuhi tanggung jawabnya sesuai kontrak kerja kepada penyedia jasa yang telah berhasil mengakhiri dan melaksanakan serah terima akhir secara teknis dan administratif kepada pengguna jasa sesuai kontrak kerja. 2. penyedia jasa, antara lain : meneliti secara seksama keseluruhan pekerjaan yang dilaksanakannya serta menyelesaikannya dengan baik sebelum mengajukan serah terima akhir kepada pengguna jasa. Ayat (4) Cukup jelas 

Pasal 24 

Ayat (1) Pengikutsertaan subpenyedia jasa dibatasi oleh adanya tuntutan pekerjaan yang memerlukan keahlian khusus dan ditempuh melalui mekanisme subkontrak, dengan tidak mengurangi tanggung jawab penyedia jasa terhadap seluruh hasil pekerjaannya. Bagian pekerjaan yang akan dilaksanakan subpenyedia jasa harus mendapat persetujuan pengguna jasa. Pengikutsertaan subpenyedia jasa bertujuan memberikan peluang bagi subpenyedia jasa yang mempunyai keahlian spesifik melalui mekanisme keterkaitan dengan penyedia jasa. 

Ayat (2) Cukup jelas 

Ayat (3) Hak-hak subpenyedia jasa, antara lain adalah hak untuk menerima pembayaran secara tepat waktu dan tepat jumlah yang harus dijamin oleh penyedia jasa. Dalam hal ini pengguna jasa mempunyai kewajiban untuk memantau pelaksanaan pemenuhan hak subpenyedia jasa oleh penyedia jasa. 

Ayat (4) Cukup jelas 

Pasal 25 

Ayat (1) *9578 Cukup jelas 

Ayat (2) Cukup jelas. 

Ayat (3) Penetapan kegagalan hasil pekerjaan konstruksi oleh pihak ketiga selaku penilai ahli dimaksudkan untuk menjaga objektivitas dalam penilaian dan penetapan suatu kegagalan hasil pekerjaan konstruksi. Penilai ahli terdiri dari orang perseorangan, atau kelompok orang atau lembaga yang disepakati para pihak, yang bersifat independen dan mampu memberikan penilaian secara obyektif dan profesional. 

Pasal 26 

Ayat (1) Pelaksanaan ganti rugi dapat dilakukan melalui mekanisme pertanggungan yang pemberlakuannya disesuaikan dengan tingkat pengembangan sistem pertanggungan bagi perencana dan pengawas konstruksi. 

Ayat (2) Pertanggungjawaban pelaksana konstruksi di bidang usaha dikenakan kepada pelaksana konstruksi maupun sub pelaksana konstruksi dalam bentuk sanksi administrasi sesuai tingkat kesalahan. Besaran ganti rugi yang menjadi tanggung jawab pelaksana konstruksi dalam hal terjadi kegagalan hasil pekerjaan konstruksi diperhitungkan dengan mempertimbangkan antara lain tingkat kegagalannya. Pelaksanaan ganti rugi dapat dilakukan melalui mekanisme pertanggungan yang pemberlakuannya disesuaikan dengan tingkat pengembangan sistem pertanggungan bagi pelaksana konstruksi. 

Pasal 27 

Lihat penjelasan Pasal 25 ayat (3). 

Pasal 28 

Cukup jelas 

Pasal 29 

Hak masyarakat dalam melakukan pengawasan, baik dalam tahap perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan pekerjaan, maupun pemanfaatan hasil-hasilnya. 

Penggantian yang layak diberikan kepada yang dirugikan sepanjang dapat membuktikan bahwa secara langsung dirugikan sebagai akibat perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan kegiatan pekerjaan konstruksi didasarkan atas ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 

Pasal 30 

Kewajiban dimaksud mengandung makna bahwa setiap orang turut berperan serta dalam menjaga ketertiban dan memenuhi ketentuan yang berlaku di bidang jasa konstruksi. 

Pasal 31 

*9579 Cukup jelas 

Pasal 32 

Ayat (1) Asosiasi perusahaan jasa konstruksi, merupakan satu atau lebih wadah organisasi dan atau himpunan para pengusaha yang bergerak di bidang jasa konstruksi untuk memperjuangkan kepentingan dan aspirasi para anggotanya. Asosiasi profesi jasa konstruksi, merupakan satu atau lebih wadah organisasi atau himpunan perorangan, atas dasar kesamaan disiplin keilmuan di bidang konstruksi atau kesamaan profesi di bidang jasa konstruksi, dalam usaha mengembangkan keahlian dan memperjuangkan aspirasi anggota. Asosiasi bersifat independen, mandiri dan memiliki serta menjunjung tinggi kode etik profesi. Mitra usaha asosiasi perusahaan barang dan jasa adalah orang perseorangan atau badan usaha yang kegiatan usahanya di bidang penyediaan barang atau jasa baik langsung maupun tidak langsung mendukung usaha jasa konstruksi. Wakil-wakil instansi Pemerintah yang duduk dalam forum jasa konstruksi adalah pejabat yang ditunjuk oleh instansi Pemerintah yang mempunyai tugas dan fungsi pembinaan dalam bentuk pemberdayaan dan pengawasan di bidang jasa konstruksi. Peran Pemerintah dalam pembinaan jasa konstruksi masih dominan, dengan Undang-Undang ini, pengembangan usaha jasa konstruksi diserahkan sepenuhnya kepada masyarakat jasa konstruksi. 

Dalam tahap awal pelaksanaan Undang-Undang ini peran Pemerintah masih diperlukan untuk: 

a. mengambil inisiatif/prakarsa dalam mewujudkan peran forum; 
b. memberikan dukungan fasilitas termasuk pendanaan untuk memungkinkan terwujud dan berfungsinya peran masyarakat jasa konstruksi (wadah organisasi pengembangan jasa konstruksi) berikut lembaga-lembaga pelaksanaannya. 

Ayat (2) Cukup jelas 

Pasal 33 

Ayat (1) Wakil instansi Pemerintah yang duduk dalam lembaga adalah yang ditunjuk oleh instansi yang mempunyai tugas dan fungsi pembinaan di bidang jasa konstruksi. Dalam mewujudkan peran lembaga, pada tahap awal Pemerintah dapat mengambil inisiatif dalam menetapkan pembentukan lembaga, serta memberikan dukungan fasilitas termasuk pendanaan operasionalnya. 

Ayat (2) Huruf a Pengembangan jasa konstruksi yang dilakukan oleh lembaga dimaksudkan, antara lain: 1) agar penyedia jasa mampu memenuhi standar-standar nasional, regional, dan internasional; 2) mendorong penyedia jasa untuk mampu bersaing di *9580 pasar nasional maupun internasional; 3) mengembangkan sistem informasi jasa konstruksi. Huruf b Cukup jelas Huruf c Cukup jelas Huruf d Cukup jelas Huruf e Cukup jelas 

Ayat (3) Cukup jelas 

Pasal 34 

Cukup jelas 

Pasal 35 

(ayat 1, ayat 2, ayat 3, ayat 4, ayat 5, dan ayat 6) 

a. Mengingat peran jasa konstruksi dalam pembangunan nasional, maupun dalam mendukung perluasan kesempatan usaha dan lapangan kerja, serta mengingat kewajiban Pemerintah untuk melindungi kepentingan masyarakat dan kepentingan nasional pada umumnya, maka Pemerintah berkewajiban untuk melakukan pembinaan terhadap jasa konstruksi. 
b. Pembinaan yang meliputi pengaturan, pemberdayaan, dan pengawasan, dilakukan oleh Pemerintah terhadap: 

1) jasa konstruksi, dengan tujuan: a) menumbuhkan pemahaman dan kesadaran akan peran strategisnya dalam pelaksanaan pembangunan nasional yang membawa konsekuensi timbulnya hak dan kewajiban yang harus dipenuhinya; b) mendorong terwujudnya penyedia jasa untuk meningkatkan kemampuannya, baik secara langsung maupun melalui asosiasi, agar mampu memenuhi hak dan kewajibannya; c) menjamin terpenuhinya kewajiban berdasarkan ketentuan yang berlaku sehingga mendorong terwujudnya tertib usaha jasa konstruksi maupun tertib penyelenggaraan pekerjaan konstruksi. 

2) pengguna jasa, dengan tujuan: a. menumbuhkan pemahaman dan kesadaran akan tugas dan fungsinya serta hak dan kewajibannya dalam pengikatan dan penyelenggaraan pekerjaan konstruksi; b. menjamin terpenuhinya hak dan kewajiban berdasarkan ketentuan yang berlaku sehingga mendorong terwujudnya tertib penyelenggaraan pekerjaan konstruksi. 

3) masyarakat, dengan tujuan: a. menumbuhkan pemahaman akan peran strategis jasa konstruksi dalam pelaksanaan pembangunan nasional; b. menumbuhkan kesadaran akan hak dan kewajibannya dalam mewujudkan tertib usaha jasa konstruksi, *9581 tertib penyelenggaraan pekerjaan konstruksi, dan dalam memanfaatkan hasil pekerjaan konstruksi; c. dalam pelaksanaannya, pembinaan dapat dilakukan oleh Pemerintah melalui suatu kegiatan dalam bentuk forum dan lembaga. 

Forum merupakan fasilitas dan/atau sarana untuk mendorong terciptanya pemanfaatan dan pengawasan secara optimal terhadap penyelenggaraan jasa konstruksi nasional bagi masyarakat pada umumnya dan atau masyarakat jasa konstruksi pada khususnya. Lembaga merupakan wadah pembinaan pelaksanaan pengembangan jasa konstruksi. Sebagian pembinaan yang dilakukan oleh Pemerintah dapat dilimpahkan kepada Pemerintah Daerah. 

Pasal 36 

Ayat (1) Ketentuan pada ayat ini dimaksudkan untuk melindungi hak keperdataan para pihak yang bersengketa. 

Ayat (2) Cukup jelas 

Ayat (3) Ketentuan pada ayat ini dimaksudkan untuk mencegah terjadinya putusan yang berbeda mengenai suatu sengketa jasa konstruksi untuk menjamin kepastian hukum. 

Pasal 37 

Ayat (1) Ketentuan pada ayat ini untuk mempertegas bahwa sengketa jasa konstruksi dapat terjadi pada kegiatan para pihak dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi. 

Ayat (2) Sejalan dengan ketentuan tentang kontrak kerja konstruksi para pihak telah menyetujui bahwa sengketa diantara mereka dapat diselesaikan dengan menggunakan jasa pihak ketiga sesuai dengan ketentuan yang berlaku tentang arbitrase dan alternatif pilihan penyelesaian sengketa. Penunjukan pihak ketiga tersebut dapat dilakukan sebelum sesuatu sengketa terjadi, yaitu dengan menyepakatinya dan mencantumkannya dalam kontrak kerja konstruksi. Dalam hal penunjukan pihak ketiga dilakukan setelah sengketa terjadi, maka hal itu harus disepakati dalam suatu akta tertulis yang ditandatangani para pihak sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Jasa pihak ketiga yang dimaksud di atas antara lain: arbitrase baik berupa lembaga atau ad-hoc yang bersifat nasional maupun internasional, mediasi, konsiliasi atau penilai ahli. 

Ayat (3) Cukup jelas 

Pasal 38 

*9582 Ayat (1) Yang dimaksud dengan "hak mengajukan gugatan perwakilan" pada ayat ini adalah hak kelompok kecil masyarakat untuk bertindak mewakili masyarakat dalam jumlah besar yang dirugikan atas dasar kesamaan permasalahan, faktor hukum dan ketentuan yang ditimbulkan karena kerugian atau gangguan sebagai akibat kegiatan penyelenggaraan pekerjaan konstruksi. 

Ayat (2) Cukup jelas 

Pasal 39 

Khusus gugatan perwakilan yang diajukan oleh masyarakat tidak dapat berupa tuntutan membayar ganti rugi, melainkan hanya terbatas gugatan lain, yaitu: 

a. memohon kepada pengadilan agar salah satu pihak dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi untuk melakukan tindakan hukum tertentu yang berkaitan dengan kewajibannya atau tujuan dari kontrak kerja konstruksi; 
b. menyatakan seseorang (salah satu pihak) telah melakukan perbuatan melanggar hukum karena melanggar kesepakatan yang telah ditetapkan bersama dalam kontrak kerja konstruksi; 
c. memerintahkan seseorang (salah satu pihak) yang melakukan usaha/kegiatan jasa konstruksi untuk membuat atau memperbaiki atau mengadakan penyelamatan bagi para pekerja jasa konstruksi. Yang dimaksud dengan "biaya atau pengeluaran riil" adalah biaya yang nyata-nyata dapat dibuktikan sudah dikeluarkan oleh masyarakat dalam kaitan dengan akibat kegiatan penyelenggaraan pekerjaan konstruksi. 

Pasal 40 

Cukup jelas 

Pasal 41 

Cukup jelas 

Pasal 42 

Ayat (1) Cukup jelas 

Ayat (2) Cukup jelas 

Ayat (3) Cukup jelas 

Pasal 43 

Cukup jelas 

Pasal 44 

Ayat (1) Cukup jelas 

Ayat (2) Cukup jelas 

*9583 Pasal 45 Cukup jelas 

Pasal 46 

Cukup jelas 

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3833